SpongeBob SquarePants

Sabtu, 22 Maret 2014

22 Maret 2014

Dear diary...
Terbangun dengan mata setengah tertutup, menatap kearah ponsel dan tersadar bahwa hari ini tepat 22 maret, itu artinya usia ku bertambah namun waktu ku berkurang. Tuhan 19 tahun yang lalu aku tak tahu bicara, aku tak mampu menulis bahkan membaca. Namun kini berkat kedua malaikatku, aku berada pada satu kota yang cukup menjadi keinginan orang banyak untuk berada disini. Dan hari ini berhasil membuat tangis ku meledak, serasa kembali berada pada suasana 19 tahun yang lalu.

Syukur ku panjatkan pada Tuhan semesta alam. Yang telah menghadirkan keluarga kecil dalam hari-hari ku. Teman-teman yang setia merangkul disaat ku jatuh. Aku tak mampu berjalan sendiri tanpa mereka semua. Dan hari ini kembali membuat aku " Rindu Pulang ", masih jelas diingatan ku setahun yang lalu, tepat 22 maret aku masih berada disamping mereka. Yah disamping mereka.

Tapi kini waktu dan keadaan menuntut ku untuk berjalan sendiri, sedang kalian menatap ku dari jauh. Terimakasih atas setetes air mata dan selembar kebahagiaan yang tak mampu lagi ku ucap dengan kata-kata. Karena aku hanya wanita biasa, yang hanya mampu mengucap syukur dalam do'a.

Thanks for 22 march

Sabtu, 01 Maret 2014

Dibalik Kaca Mata Tebal

Dear diary...

Jika aku masih memiliki pilihan. Aku akan memilih. Namun sayang aku bukan siapa-siapa. Aku jauh dari kata " Populer ". Aku jauh dari keramaian. Meski aku sudah berusaha berbaur, tetep saja tak ada hasil.
Aku selalu bersembunyi dibalik kaca mata tebal. Yah kaca mata yang selalu membuat sunyi menjadi hiruk. Kaca mata yang selalu membuat hitam menjadi putih. Karena cemohan mereka.

Lalu salah siapa?
Aku?
atau kedua orang tua ku?

Entahlah, jika mereka sedikit saja ingin mengerti bahwa aku bukan seperti yang mereka bayangkan. Tapi satu hal yang ingin ku bagi. Bahwa cinta tak pernah mati.
Aku selalu memandanginya dari kejauhan. Iya aku selalu melihatnya, sedang ia tak pernah memandangi ku apa lagi ingin melihat ku. Begitulah aku dan kamu. Aku adalah tulisan yang tak pernah kau baca.
Dan akan begitu selamanya.

Mengagumi bukan berarti ingin memiliki. Memang.
Aku tahu aku hanya mengagumi mu. Anehnya apa yang membuat aku kagum pada orang yang tak pernah berbicara pada ku. Kita hanya berpapasan. Yah itu pun tak lama. Dan bahkan tak penting bagi mu.
Entahlah.

Pernah saat itu kamu berjalan didepan ku dari arah yang berlawanan. Satu hal yang aku inginkan, waktu berhenti. Agar aku dapat menatap mu lebih dekat. Perlahan aku menarik kedua sudut bibir ku. Mengangkat daguku. Membuka mata yang bersembunyi dibalik kaca mata tebal itu. Bahkan saat kamu benar-benar disampingku, kamu tidak melihat ku. Sudut bibir yang tadinya ku tarik ke atas, perlahan turun, turun, dan aku menunduk. Malu.
Terima kasih.

Itu bagian kesekian dari cerita ku tentang mu. Dan aku masih ingat jelas saat kamu meminjam buku tugas ku dikelas. Kita duduk dengan jarak yang bisa ku katakan jauh. Kamu duduk dibangku paling depan, sedang aku?
Di sudut kelas, dan terbelakang. Perlahan kamu berdiri dari bangku mu, mulai melangkahkan kaki mu satu persatu. Suara sepatu bermerek yang kamu pakai begitu jelas ditelinga ku. Aku kenal suara langkah itu. Namun aku hanya menunduk karena ku tahu, bukan aku yang akan kamu hampiri. Namun ternyata apa yang terjadi.

" Aku boleh pinjam tugas matematika mu? "
Suara itu membuat jantung ku berdetak tak beraturan. Gemetar dan tak percaya. Kamu menghampiri ku dan berbicara pada ku.
" Iiiii...iii...ya.... "
Dengan segera aku mengambil buku tugas matematika dalam tas ku. Dan memberikannya pada mu.
Kamu dengan segera mengambil buku itu. Yah tanpa mengucapkan sesuatu kamu berbalik badan dan meninggalkan ku.

Sambil memperbaiki kaca mata ku. Aku memperhatikan langkah mu. Begitukah cara mu memperlakukan wanita cupu seperti ku?

Dan aku lebih tak percaya lagi saat buku itu kamu berikan pada wanita itu. Yah wanita idola para lelaki di jaman SMA kita dulu, yang dulu menjadi kekasih mu. Dengan rasa kecewaku apa yang bisa aku perbuat, aku hanya terdiam dan diam. Menunduk dan segera berlalu.

Hingga pada hari kelulusan tiba. Aku ingin tertidur lebih lama lagi. Aku tak ingin masa SMA itu berakhir. Tidak sama sekali. Aku takut tidak bisa menatap mu lagi. Sangat takut.
Semua siswa perempuan berpakaian kebaya rapi, dan siswa laki-laki mengenakan jas hitam dengan sepatu vantofel yang mengkilap. Seperti dikelas, aku duduk dibangku belakang.

Diam-diam aku mencari mu dibalik kaca mata tebal ku. Namun suara sepatu mu pun tak terdengar oleh ku, apa lagi wajah mu. Pasti hari ini kau sangat tampan.
Tiba-tiba hiruk mulai meledak, anak-anak berbalik badan, begitu juga dengan ku. Sebuah mobil merah berhenti tepat didepan gerbang sekolah. Seorang wanita keluar dari dalam mobil itu. Cantik memang. Aku hanya menahan senyum. Sesaat lelaki berbadan tegap dengan aroma badan yang perlahan mulai ku raba akan harumnya menyusul wanita itu keluar dari mobil. Dan senyum ku mengembang, saat ku tahu itu adalah kamu. Aku menghela nafas.

Kamu berjalan bergandengan tangan bersama wanita itu. Cocok.
Anak-anak kembali terfokuskan dengan acara. Dan seperti di kelas lagi, kamu duduk paling depan. Hingga aku tak bisa melihat mu.

Gemetar, Takut, Bahagia dan sedih menjadi satu. Aku mulai memainkan jari-jemari ku. Menarik nafas dan menghembuskannya perlahan. Tuhan lancarkan hari ku, hari ku bersamanya. Amin.

Kepala sekolah mulai mengumumkan 3 besar juara Ujian Akhir Nasional. Rasa ingin menjadi juara itu ada, namun aku tak pernah terlihat oleh mereka. Aku dan kamu selalu berebut posisi pertama dikelas. Walau pun kamu menjadi juara dua, kamu terlihat oleh semua orang. Sedang aku yang menjadi juara pertama, biasa saja bagi mereka.
Kamu adalah pesaing yang patut aku acungi jempol. Persaingan ini sehat. Dan aku bangga dapat bersaing dalam nilai dengan mu, meski kamu tak pernah melihat ku, lagi, lagi dan lagi.

Juara 3 berlalu, saatnya juara 2 dengan segera akan ku tahu. Siapa pun yang menempati posisi itu tak masalah bagi ku. Aku bangga akan 3 tahun terakhir ini. Bangga akan diri ku, bangga pada mu, dan bangga pada kita semua.

" Sebagai Juara 2 adalah..... "

" PRAYOGA DIBYO UTOMO "


Seketika senyum ku mengembang. Mendengar nama itu damai rasanya. Yah Prayoga Dibyo Utomo itulah kamu. Kamu yang tak pernah membaca tulisan yang rapi itu. Kamu yang selalu membuang wajah saat berpapasan dengan ku. Kamu yang menjadi pujaan semua orang. Kamu yang selalu berada didepan.

Aku tahu bukan aku yang juara dan berdiri disamping mu di atas panggung perpisahan itu. Bukan aku. Aku segera berdiri dari kursi tempat ku bersandar. Merapikan kebaya yang ku kenakan. Dan perlahan berjalan meninggalkan acara itu. 

" Baiklah, tiba waktunya untuk kita mengetahui bersama siapa yang akan menjadi juara pertama, Siapakah dia? "

Sempat aku membalikkan badan beberapa detik. Melihat mu dari jarak yang sangat jauh bisa ku katakan. Kamu pantas berdiri dipanggung itu. Acara ini bukan milik ku, tapi milik mu. Sampai ketemu dilain waktu Yoga, sampai waktu itu nanti yang akan membuat mu tahu nama ku yang sebenarnya.

" Dia adalah seorang wanita dengan segala kesederhanaan yang dimilikinya, Dia adalah wanita yang selalu membagi kebahagiaan yang tak pernah kita sadar, dia malaikat kecil yang Tuhan kirimkan diantara kita, Dia adalah..... "

" DIRA WINATA MUNAF "

Seketika langkah ku terhenti. " Dira Winata Munaf "
Aku?
Iya kah?
Aku?

" Dira? "
Air mata tak mampu ku tahan lagi. Tuhan benarkah aku?

" Hey cupu, majulah kalau tidak aku saja yang maju ! " Seorang anak mengoloki ku.
" Dira, Ayyyoooo..... "
Aku menganggukkan kepala. Dan berbalik badan. Mulai melangkah dari awal lagi. Dengan langkah tertunduk aku tetap melangkahkan kaki mungilku ini, hingga aku benar-benar berada diatas panggung itu.

" Selamat ya Dira " Ucap Kepala Sekolah.
Aku hanya tersenyum. Aku seperti berada pada ruang yang luas. Ruang yang telah lama ku nantikan. Aku tak ingin terbangun dari mimpi ini. Aku dan kamu saat itu sangat dekat, hanya hitungan langkah. Kita saling menatap. Tak pernah sebelumnya kamu menatap ku begitu dalam, meski ku tahu kamu membenci ku. Karena merebut posisi mu. Mata ku tak berkedip sama sekali, aku tak ingin ini berakhir, tidak sama sekali.

Dan kamu kembali menatap kedepan, meninggalkan tatapan mu dengan ku. Hati ku menangis, namun aku harus tersenyum. Ini lah saatnya.
Saat hendak turun dari panggung, aku berjalan sejajar dengan mu.
" Selamat ya Yoga " Ucap ku.
Kamu hanya tersenyum dan mengangguk.

Dan beberapa minggu sejak hari perpisahan itu, tak banyak cerita yang ku tahu tentang mu. Kota pelajar adalah tujuan ku, entah kamu melanjutkan sekolah mu dimana, aku tak tahu tentang itu. Tak ada lagi yang membuat aku kuat. Tak ada lagi harapan bagi ku. Aku hanya kertas tanpa tulisan lagi yang memaksa mu untuk membacanya.

Saat aku tiba dikampus, suara hentakan sepatu terdengar dari telinga kanan ku. Dan aku sangat mengenali suara itu. Mungkin.

" Ini buku tugas mu yang pernah aku pinjam " Suara itu membuat merinding. Suara yang aku rindukan.
Aku mambalik badan. Dia tepat berada dihadapan ku. Kami saling menantap. Aku memasuki ruang sempit dibola mata itu, menembus kenangan tahun lalu.
" Maaf baru aku kembalikan. Buku ini yang membuat aku juara 2 saat kelulusan kita " lanjutnya.
" Dan kaca mata tebal mu itu yang membuat aku berani untuk menjadi juara, aku tak ingin kalah dengan anak cupu yang selalu bersembunyi dibalik kaca mata tebalnya. Tidak. Tapi kenyataan berpihak pada mu Dira Winata Munaf "
Yah akhirnya kamu mengetahui nama ku.

" Selamat kembali bersaing dengan ku di kampus Biru "
Perlahan kamu meninggalkan hentian kaki mu, dan kembali berjalan dihadapan ku. Aku tak tahu harus berkata apa, kita bertemu lagi. Yah kegaguman ku pada mu tak pernah berubah. Tidak. 
Aku selalu ingin menatap mu melalui kaca mata tebal ini.