SpongeBob SquarePants

Minggu, 13 Juli 2014

Surat Kecil untuk Wanita Perebut Kekasih Orang

Dear diary...
6 bulan sejak kejadian itu aku tak pernah mendengar kabarnya lagi. Sekarang hidup kita sudah masing-masing. Baguslah jika seperti itu. Namun beberapa hari yang lalu, tidak seperti yang aku harapkan. Seseorang membawa kabar tentang mu. Aku tak tahu harus memulai bercerita dari mana. Aku tak tahu harus bersikap seperti apa pada mu.

Hanya tulisan ini yang mampu ku gambarkan pada mu... :")

Dear wanita perebut kekasih orang
Bagaimana kabar mu?
Masihkah kau bersama sifat mu yang dulu?
Terima kasih dulu kau pernah mengisi ruang yang kosong antara aku dan kekasih ku
Terima kasih dulu kau menunjukkan pada ku siapa kekasih ku yang sebenarnya
Ternyata kekasih ku tak benar-benar meninggalkan ku demi mu
Yang ada malah kamu yang ditinggalkan

Maaf jika perkataan ku melukai hati mu
Tapi aku hanya mengingatkan mu
Bahwa tidak akan pernah ada kebahagiaan dari hasil merampas
Ingat itu!
Kita sama-sama wanita
Tentu kamu pun tak ingin jika kekasih mu direbut oleh wanita lain bukan?
Yah itu sudah pasti
Maka aku patut berterima kasih pada mu, atas peran yang sempat kau mainkan

Bagaimana kekasih baru mu?
Sudah tahu ya rasanya punya kekasih yang direbut wanita lain?
uuppsss...???
apakah sakit yang ku rasa sama seperti yang kamu rasakan?

Kamu memang cantik sayang sifat mu tak sejalan dengan wajah mu
Lelaki hanya tertipu oleh wajah mu yang mulus
Masihkah kau betah dengan berlaku seperti itu?
Aku turut prihatin pada mu
Maaf jika aku sempat membenci mu
Dan kamu juga patut memberi maaf pada wanita yang telah merebut kekasih mu itu
Karena kamu pernah berada di posisinya
Yah menjadi perebut kekasih orang

Hallooo... Gadis perebut kekasih orang
Apakah kamu tertidur?
lekaslah bangun, dan buka jendela kamar mu
Lihatlah diluar sana masih banyak orang yang percaya ketulusan cinta :")

Sabtu, 22 Maret 2014

22 Maret 2014

Dear diary...
Terbangun dengan mata setengah tertutup, menatap kearah ponsel dan tersadar bahwa hari ini tepat 22 maret, itu artinya usia ku bertambah namun waktu ku berkurang. Tuhan 19 tahun yang lalu aku tak tahu bicara, aku tak mampu menulis bahkan membaca. Namun kini berkat kedua malaikatku, aku berada pada satu kota yang cukup menjadi keinginan orang banyak untuk berada disini. Dan hari ini berhasil membuat tangis ku meledak, serasa kembali berada pada suasana 19 tahun yang lalu.

Syukur ku panjatkan pada Tuhan semesta alam. Yang telah menghadirkan keluarga kecil dalam hari-hari ku. Teman-teman yang setia merangkul disaat ku jatuh. Aku tak mampu berjalan sendiri tanpa mereka semua. Dan hari ini kembali membuat aku " Rindu Pulang ", masih jelas diingatan ku setahun yang lalu, tepat 22 maret aku masih berada disamping mereka. Yah disamping mereka.

Tapi kini waktu dan keadaan menuntut ku untuk berjalan sendiri, sedang kalian menatap ku dari jauh. Terimakasih atas setetes air mata dan selembar kebahagiaan yang tak mampu lagi ku ucap dengan kata-kata. Karena aku hanya wanita biasa, yang hanya mampu mengucap syukur dalam do'a.

Thanks for 22 march

Sabtu, 01 Maret 2014

Dibalik Kaca Mata Tebal

Dear diary...

Jika aku masih memiliki pilihan. Aku akan memilih. Namun sayang aku bukan siapa-siapa. Aku jauh dari kata " Populer ". Aku jauh dari keramaian. Meski aku sudah berusaha berbaur, tetep saja tak ada hasil.
Aku selalu bersembunyi dibalik kaca mata tebal. Yah kaca mata yang selalu membuat sunyi menjadi hiruk. Kaca mata yang selalu membuat hitam menjadi putih. Karena cemohan mereka.

Lalu salah siapa?
Aku?
atau kedua orang tua ku?

Entahlah, jika mereka sedikit saja ingin mengerti bahwa aku bukan seperti yang mereka bayangkan. Tapi satu hal yang ingin ku bagi. Bahwa cinta tak pernah mati.
Aku selalu memandanginya dari kejauhan. Iya aku selalu melihatnya, sedang ia tak pernah memandangi ku apa lagi ingin melihat ku. Begitulah aku dan kamu. Aku adalah tulisan yang tak pernah kau baca.
Dan akan begitu selamanya.

Mengagumi bukan berarti ingin memiliki. Memang.
Aku tahu aku hanya mengagumi mu. Anehnya apa yang membuat aku kagum pada orang yang tak pernah berbicara pada ku. Kita hanya berpapasan. Yah itu pun tak lama. Dan bahkan tak penting bagi mu.
Entahlah.

Pernah saat itu kamu berjalan didepan ku dari arah yang berlawanan. Satu hal yang aku inginkan, waktu berhenti. Agar aku dapat menatap mu lebih dekat. Perlahan aku menarik kedua sudut bibir ku. Mengangkat daguku. Membuka mata yang bersembunyi dibalik kaca mata tebal itu. Bahkan saat kamu benar-benar disampingku, kamu tidak melihat ku. Sudut bibir yang tadinya ku tarik ke atas, perlahan turun, turun, dan aku menunduk. Malu.
Terima kasih.

Itu bagian kesekian dari cerita ku tentang mu. Dan aku masih ingat jelas saat kamu meminjam buku tugas ku dikelas. Kita duduk dengan jarak yang bisa ku katakan jauh. Kamu duduk dibangku paling depan, sedang aku?
Di sudut kelas, dan terbelakang. Perlahan kamu berdiri dari bangku mu, mulai melangkahkan kaki mu satu persatu. Suara sepatu bermerek yang kamu pakai begitu jelas ditelinga ku. Aku kenal suara langkah itu. Namun aku hanya menunduk karena ku tahu, bukan aku yang akan kamu hampiri. Namun ternyata apa yang terjadi.

" Aku boleh pinjam tugas matematika mu? "
Suara itu membuat jantung ku berdetak tak beraturan. Gemetar dan tak percaya. Kamu menghampiri ku dan berbicara pada ku.
" Iiiii...iii...ya.... "
Dengan segera aku mengambil buku tugas matematika dalam tas ku. Dan memberikannya pada mu.
Kamu dengan segera mengambil buku itu. Yah tanpa mengucapkan sesuatu kamu berbalik badan dan meninggalkan ku.

Sambil memperbaiki kaca mata ku. Aku memperhatikan langkah mu. Begitukah cara mu memperlakukan wanita cupu seperti ku?

Dan aku lebih tak percaya lagi saat buku itu kamu berikan pada wanita itu. Yah wanita idola para lelaki di jaman SMA kita dulu, yang dulu menjadi kekasih mu. Dengan rasa kecewaku apa yang bisa aku perbuat, aku hanya terdiam dan diam. Menunduk dan segera berlalu.

Hingga pada hari kelulusan tiba. Aku ingin tertidur lebih lama lagi. Aku tak ingin masa SMA itu berakhir. Tidak sama sekali. Aku takut tidak bisa menatap mu lagi. Sangat takut.
Semua siswa perempuan berpakaian kebaya rapi, dan siswa laki-laki mengenakan jas hitam dengan sepatu vantofel yang mengkilap. Seperti dikelas, aku duduk dibangku belakang.

Diam-diam aku mencari mu dibalik kaca mata tebal ku. Namun suara sepatu mu pun tak terdengar oleh ku, apa lagi wajah mu. Pasti hari ini kau sangat tampan.
Tiba-tiba hiruk mulai meledak, anak-anak berbalik badan, begitu juga dengan ku. Sebuah mobil merah berhenti tepat didepan gerbang sekolah. Seorang wanita keluar dari dalam mobil itu. Cantik memang. Aku hanya menahan senyum. Sesaat lelaki berbadan tegap dengan aroma badan yang perlahan mulai ku raba akan harumnya menyusul wanita itu keluar dari mobil. Dan senyum ku mengembang, saat ku tahu itu adalah kamu. Aku menghela nafas.

Kamu berjalan bergandengan tangan bersama wanita itu. Cocok.
Anak-anak kembali terfokuskan dengan acara. Dan seperti di kelas lagi, kamu duduk paling depan. Hingga aku tak bisa melihat mu.

Gemetar, Takut, Bahagia dan sedih menjadi satu. Aku mulai memainkan jari-jemari ku. Menarik nafas dan menghembuskannya perlahan. Tuhan lancarkan hari ku, hari ku bersamanya. Amin.

Kepala sekolah mulai mengumumkan 3 besar juara Ujian Akhir Nasional. Rasa ingin menjadi juara itu ada, namun aku tak pernah terlihat oleh mereka. Aku dan kamu selalu berebut posisi pertama dikelas. Walau pun kamu menjadi juara dua, kamu terlihat oleh semua orang. Sedang aku yang menjadi juara pertama, biasa saja bagi mereka.
Kamu adalah pesaing yang patut aku acungi jempol. Persaingan ini sehat. Dan aku bangga dapat bersaing dalam nilai dengan mu, meski kamu tak pernah melihat ku, lagi, lagi dan lagi.

Juara 3 berlalu, saatnya juara 2 dengan segera akan ku tahu. Siapa pun yang menempati posisi itu tak masalah bagi ku. Aku bangga akan 3 tahun terakhir ini. Bangga akan diri ku, bangga pada mu, dan bangga pada kita semua.

" Sebagai Juara 2 adalah..... "

" PRAYOGA DIBYO UTOMO "


Seketika senyum ku mengembang. Mendengar nama itu damai rasanya. Yah Prayoga Dibyo Utomo itulah kamu. Kamu yang tak pernah membaca tulisan yang rapi itu. Kamu yang selalu membuang wajah saat berpapasan dengan ku. Kamu yang menjadi pujaan semua orang. Kamu yang selalu berada didepan.

Aku tahu bukan aku yang juara dan berdiri disamping mu di atas panggung perpisahan itu. Bukan aku. Aku segera berdiri dari kursi tempat ku bersandar. Merapikan kebaya yang ku kenakan. Dan perlahan berjalan meninggalkan acara itu. 

" Baiklah, tiba waktunya untuk kita mengetahui bersama siapa yang akan menjadi juara pertama, Siapakah dia? "

Sempat aku membalikkan badan beberapa detik. Melihat mu dari jarak yang sangat jauh bisa ku katakan. Kamu pantas berdiri dipanggung itu. Acara ini bukan milik ku, tapi milik mu. Sampai ketemu dilain waktu Yoga, sampai waktu itu nanti yang akan membuat mu tahu nama ku yang sebenarnya.

" Dia adalah seorang wanita dengan segala kesederhanaan yang dimilikinya, Dia adalah wanita yang selalu membagi kebahagiaan yang tak pernah kita sadar, dia malaikat kecil yang Tuhan kirimkan diantara kita, Dia adalah..... "

" DIRA WINATA MUNAF "

Seketika langkah ku terhenti. " Dira Winata Munaf "
Aku?
Iya kah?
Aku?

" Dira? "
Air mata tak mampu ku tahan lagi. Tuhan benarkah aku?

" Hey cupu, majulah kalau tidak aku saja yang maju ! " Seorang anak mengoloki ku.
" Dira, Ayyyoooo..... "
Aku menganggukkan kepala. Dan berbalik badan. Mulai melangkah dari awal lagi. Dengan langkah tertunduk aku tetap melangkahkan kaki mungilku ini, hingga aku benar-benar berada diatas panggung itu.

" Selamat ya Dira " Ucap Kepala Sekolah.
Aku hanya tersenyum. Aku seperti berada pada ruang yang luas. Ruang yang telah lama ku nantikan. Aku tak ingin terbangun dari mimpi ini. Aku dan kamu saat itu sangat dekat, hanya hitungan langkah. Kita saling menatap. Tak pernah sebelumnya kamu menatap ku begitu dalam, meski ku tahu kamu membenci ku. Karena merebut posisi mu. Mata ku tak berkedip sama sekali, aku tak ingin ini berakhir, tidak sama sekali.

Dan kamu kembali menatap kedepan, meninggalkan tatapan mu dengan ku. Hati ku menangis, namun aku harus tersenyum. Ini lah saatnya.
Saat hendak turun dari panggung, aku berjalan sejajar dengan mu.
" Selamat ya Yoga " Ucap ku.
Kamu hanya tersenyum dan mengangguk.

Dan beberapa minggu sejak hari perpisahan itu, tak banyak cerita yang ku tahu tentang mu. Kota pelajar adalah tujuan ku, entah kamu melanjutkan sekolah mu dimana, aku tak tahu tentang itu. Tak ada lagi yang membuat aku kuat. Tak ada lagi harapan bagi ku. Aku hanya kertas tanpa tulisan lagi yang memaksa mu untuk membacanya.

Saat aku tiba dikampus, suara hentakan sepatu terdengar dari telinga kanan ku. Dan aku sangat mengenali suara itu. Mungkin.

" Ini buku tugas mu yang pernah aku pinjam " Suara itu membuat merinding. Suara yang aku rindukan.
Aku mambalik badan. Dia tepat berada dihadapan ku. Kami saling menantap. Aku memasuki ruang sempit dibola mata itu, menembus kenangan tahun lalu.
" Maaf baru aku kembalikan. Buku ini yang membuat aku juara 2 saat kelulusan kita " lanjutnya.
" Dan kaca mata tebal mu itu yang membuat aku berani untuk menjadi juara, aku tak ingin kalah dengan anak cupu yang selalu bersembunyi dibalik kaca mata tebalnya. Tidak. Tapi kenyataan berpihak pada mu Dira Winata Munaf "
Yah akhirnya kamu mengetahui nama ku.

" Selamat kembali bersaing dengan ku di kampus Biru "
Perlahan kamu meninggalkan hentian kaki mu, dan kembali berjalan dihadapan ku. Aku tak tahu harus berkata apa, kita bertemu lagi. Yah kegaguman ku pada mu tak pernah berubah. Tidak. 
Aku selalu ingin menatap mu melalui kaca mata tebal ini.





Minggu, 02 Februari 2014

Rindu Yang Tak Berujung

Dear diary ...

Tak mungkin aku terus seperti ini, terdiam dalam kesepian, tak ada yang bisa ku lakukan, aku harus bangkit. Harus.
Aku hanya wanita biasa dengan segala kelemahan yang ku miliki, dan semakin lemah saat sesuatu yang terbiasa hadir dalam hari-hari ku harus terlepas secara tiba-tiba.

" Kring... kring... kring... "
jam weker berdering membangunkan ku dari tidur, sesaat aku terdiam dan memperhatikan sekeliling ku, hari yang biasa memang, tak ada yang special.
Saat aku hendak mematikan jam weker, tiba-tiba handphone berdering.
" Abi "

" Pagi, Di "
Mendengar seseorang di ujung telefon itu membuat sesuatu yang biasa menjadi luar biasa, seketika aku pun tersenyum.
" Pagi juga Bi "
" Happy Anniversary yang kedua "
Aku tersentak dengan ucapannya?
apa...???
Anniversary yang kedua?
selama ini aku kemana saja?

" Di "
Suaranya mengagetkan ku....
" Iiii... ya Bi "
" Kenapa ? aku tahu kamu pasti..... "
" Maaf Bi, semalem...."
" Iya, aku paham "

Sudah 2 tahun 6 jam 11 menit kami menjalin hubungan ini, bagi ku Abi bukan sekedar kekasih, namun dia juga sahabat terbaikku, aku dengan segala ego yang ku punya membuat Abi selalu bersabar menghadapi ku, semalam aku lembur di kampus, hingga membuat ku tak sadar bahwa sekarang tanggal 11 yang ke 24 bulan atau 2 tahun hubungan kami, aku kagum padanya disaat ia sibuk dengan kuliahnya dia masih megingat tanggal jadian kami, sedangkan aku?

Seperti sistem periodik, dalam satu golongan dari atas kebawah jari-jari semakin besar sehingga semakin mudah melepaskan elektron, begitulah para long distance dapat di ibaratkan, dengan jarak yang berpuluh-puluh kilo meter, yang terentang sangat jauh, bahkan tak dapat dipandang mata, membuat godaan, hambatan dan segala yang ingin merusak sangat mudah terjadi, dan akhirnya lepas.

Namun dengan kedewasaan yang Abi miliki, sejauh ini hanya pertengkaran kecil yang sering terjadi, meski kadang kami pun harus putus nyambung. Kadang putus nyambung itu membuat aku bosan, namun karena kami terbiasa bersama, jadi sejauh apa pun kami melangkah, kami tak bisa terlepas satu sama lain. Yah.... saling membutuhkan.

Liburan pun telah di depan mata, aku tak sabar bertemu Abi, namun aku tak memberi tahu Abi akan kepulangan ku, surprise ceritanya.
Aku pun telah tiba dibandara Adi Sucipto Yogyakarta, aku memperhatikan handphone ku, aku pun tersenyum, Abi terlihat begitu kawatir pada ku, handphone pun aku masukkan kembali ke dalam tas ku tanpa membalas satu pesan pun.

Dengan yakin aku melangkahkan kaki, dan mengambil barang ku, sesaat aku tersentak saat seorang lelaki menghentikan langkah ku.
" Maaf Mbak "
" Iiii... ya mas nggak apa-apa "
" Boleh saya bantu mbak ?
" Owh... ngak usah mas, saya bisa sendiri, terima kasih "
" Nggak apa-apa mbak, kebetulan saya supir taxi, mbak butuh taxi ? "
Aku hanya tersenyum dan mempersilakan lelaki itu mengangkut barang ku, namun ada yang aneh dengan laki-laki itu, seperti aku mengenalinya.

" Kita mau kemana mbak ? "
" Mbak...?
" Iii.. ya mas ? " Aku pun tersentak kaget
" Kita mau kemana mbak ? "
" Jakal KM 5 yo mas ! "

Aku memperhatikannya dari kaca, sepertinya ia juga memperhatikan ku.
Aku merasa asing didalam taxi itu, dan risih juga menyelimuti ku.
" mas kok dari tadi saya perhatikan mas lihat kearah saya terus yo? ada yang aneh dengan saya mas? "
" Saya senang lihat wanita cantik seperti mbak, keingat pacar saya di kampung, mirip dengan mbak. Manis "
Aku hanya tersenyum dan mengangguk, sambil melihat kearah kaca yang dibasahi air hujan malam itu.

" Kita sudah sampai mbak "
Suara itu menyadarkan lamunan ku.
" Owh.. iya mbak, saya punya sesuatu untuk mbak "
" Sesuatu ? Kita kan baru kenal ! "
" Memang kalau baru kenal, tidak boleh memberikan sesuatu gitu mbak ? "

Aku hanya terdiam, sambil memperhatikan ia mengeluarkan sebuah kotak kecil dari saku celananya.
" Ini untuk mbak, kalau mbak sedih mbak buka saja kotaknya dan ambil selembar kertas, kemudian mbak terbangkan "
" Kenapa mas memberikan ini pada saya? kenapa tidak diberikan pada kekasih mas saja ? "

Namun supir taxi itu hanya terdiam.

" Kak Dira.... "
" Dion, mmmuuuaaccchhhh kak Di kangen banget sama Dion " Sambil menggendongnya.

Saat aku menatap kebelakang, ternyata Ayah dan Bunda telah menanti ku, aku pun mengeluarkan uang untuk membayar jasa supir taxi itu, sambil mengucapkan terima kasih, supir taxi itu masih terus memperhatikan ku, namun aku tak mau ambil pusing, aku pun segera berlalu dari hadapannya.

Keesokan harinya, saat aku terbangun dari tidur, aku memperhatikan kotak kecil diatas meja, kotak itu cukup menarik perhatian ku, aku pun melangkah meninggalkan tempat tidur, dan mencoba menyentuh kotak itu lebih dekat.
" Apa keajaiban dari kotak ini " Bisik ku.

Dan foto yang berada disamping kotak itu lebih menarik perhatian ku.
Sambil tersenyum kecil aku memandangi kotak itu, namun saat aku hendak mengambil foto itu, seketika foto itu terjatuh dan pecah.
" Abi "

" Permisi mbak .... " suara seseorang mengagetkan ku.
" Bibi.... "
" Kok fotonya jatuh mbak? "
" Di ayyooo kita ke rumah sakit ? " Belum sempat aku menjawab pertanyaan Bi Iyem, bunda tergesa-gesa mengajak ku menuju rumah sakit.
" Tapi.... ! "
" Ayyoo Di, kita nggak punya banyak waktu "

Aku pun mengikuti bunda dengan langkah tergesa-gesa, ada apa sebenarnya?
Kali ini tak seperti biasa, Bunda mengendarai mobil tanpa ditemani pak muji, dan aku hanya bisa mengikuti semua arahan bunda dengan seribu tanya yang ku miliki, diam-diam aku memperhatikan raut wajah bunda, sepertinya bunda panik. Sangat panik.
Tanpa bertanya banyak, hanya diam yang aku bisa.

Sesaat kami pun tiba di rumah sakit, dengan langkah yang tergesa-gesa ku coba mengikuti bunda, namun bunda berjalan terlalu cepat bagi ku, hingga kaki ku pun tersandung dan akhirnya jatuh.
Bunda tahu apa yang terjadi, bunda menoleh ke belakang dan menghampiri ku.
" Ya ampun Di ! "
" Ada apa sih Bunda ? "
" Sudah, kamu masih kuat ? "
Sambil melihat kaki kiri ku yang ku rasa tak sanggup berjalan lagi, karena lukanya cukup mengeluarkan banyak darah, dan ku rasa bunda mengerti isyarat yang ku perlihatkan, lalu bunda menuntun ku berjalan, meski coba ku tahan, sakitnya semakin dalam.

Saat aku tiba di depan ruang ICU, aku melihat banyak orang bergerombolan, sebagian besar aku mengenali mereka, dan sebagian lagi tidak.
" Di, kaki kamu kenapa ? " tanya Ayah pada ku yang lebih dulu berada di Rumah Sakit.
" Dira nggak apa-apa kok yah " Dengan yakin bunda menjawab pertanyaan Ayah

Bunda membantu ku duduk di kursi, masih dengan seribu tanya yang belum terjawab, sambil menahan sakitnya kaki ku, aku mencoba untuk cari tahu meski hanya dengan diam.
" Dok bagaimana keadaan anak saya ? " Terdengar suara itu mengagetkan ku

" Anak saya? Tante Sonya ? " Bisik ku, tante Sonya adalah Ibu Abi, dia seperti ibu kedua bagi ku.
Aku pun menguatkan diri untuk dapat berdiri perlahan berjalan, dan mencoba melewati gerombolan orang-orang ini.

" Maaf Bu, kami tidak bisa menyelamatkan anak Ibu " Jelas seorang dokter
Langkah ku seketika terhenti, " Maaf Bu kami tidak bisa menyelamatkan anak Ibu " kata-kata itu berputar dalam telinga ku, dan semakin kencang terdengar.
Ku coba menahan air mata, hingga kepastian yang ku dapat.
Apa yang sebenarnya terjadi?
Siapa didalam sana?
Dan siapa yang tak bisa diselamatkan?

" Anak Ibu menitipkan sapu tangan ini pada kami " tambah Dokter tersebut
" Sapu tangan " Bisik ku lirih...
Tak sanggup lagi ku tahan, tangis ku serasa ingin meledak.

Tangis mulai terdengar, dan aku memperhatikan sekeliling ku, semua orang telah mampu meledakkan tangisan mereka. sedangkan aku?
Aku masih terdiam dengan beribu tanya yang ku punya...

" Di "
" Yah, sebenarnya apa yang terjadi, ada apa yah ?
" Ayyooo..... "

Ayah menuntunku berjalan masuk ke ruangan ICU, aku melihat seseorang dengan kain putih berbaring diatas tempat tidur.
" Deg.. Deg.. Deg... "
Semakin dekat aku melangkahkan kaki ku menuju tempat tidur itu, detak jantung ku semakin kuat, semakin tak mampu ku tahan, begitu pula dengan air mata ku yang semakin memberontak untuk ku pecahkan.

Isakan tangis semakin membesar, aku masih dengan semua tanya dan rasa yang ku tahan.
Sekarang aku tepat berada di sisi ranjang, mencoba menarik nafas sejenak, sambil melihat kearah Ayah, ayah memberikan isyarat pada ku untuk membuka penutup kain putih itu.

Tuhan...
Apa yang Kau rencanakan...???
Aku kenal dengan detak jantung itu, bahkan terlalu kenal kalau bisa ku ucap

Cukup lama aku memandangi kain putih itu, perlahan aku pun menggerakkan tangan ku untuk membuka kain tersebut.
Rambutnya mulai terlihat, kemudian alisnya, kelopak matanya yang tertutup manis, semakin tak sanggup untuk ku lanjuti membuka kain tersebut, dengan setengah menutup mata aku melihat hidungnya dan mulutnya hingga pada akhirnya membuat aku kaku tak berdaya, kaki ku yang tadinya sakit kini tak terasa, beribu tanya yang coba aku tahan telah terjawab, dan aku kaku.

Diam...

Bisu.....

Hening....

Dan akhirnya tangis ku pun meledak, saat aku memastikan dengan apa yang aku lihat. " Abi "
Aku tak mampu berkata satu kata pun, tangis ku telah mencapai ujungnya, tangis ku telah mencapai titik keinginannya. Aku memeluk tubuh Abi yang tak bernyawa itu, mencium keningnya, dan mengelus-elus wajahnya dengan halus, dengan tangis yang terisak-isak aku tak ingin lepas darinya, tak sama sekali.

Aku mencium wajahnya dengan lebih dalam dengan segala rasa yang ku miliki, dengan segala kasih ku padanya, tak ada lagi tanya yang harus aku paksakan padanya agar ia mampu menjawabnya, karena maut lebih dulu memanggilnya, surprise yang aku rencanakan tak berhasil ku berikan padanya, semakin membuat tangis ku tak mampu ku tampung sendiri.

" Di, supir taxi yang mengantar mu pulang semalam itu adalah Abi " jelas tante Sonya
" Tante sudah minta Abi untuk tidak melakukan hal itu, namun ia tetap keras kepala, dia tak ingin membiarkan mu celaka dijalan, hingga ia harus menyamar menjadi supir taxi untuk memastikan keadaan mu baik-baik saja, saat ia hendak balik mengembalikan taxi itu, mobil yang Abi kendarai tiba-tiba oleng dan menabrak mobil lain di depannya, hingga kepala Abi terbentur, dan Abi tak mampu diselamatkan lagi, hanya sapu tangan ini yang Abi tinggalkan, untuk menghapus air mata di pipi mu " tambah tante Sonya

Tangis ku semakin menjadi-jadi, Kenapa malam itu aku tak sadar jika itu kamu, kenapa...???
Malam itu kita begitu dekat.
Seandainya aku tahu itu kamu, aku akan meminta pada Tuhan untuk menghentikan waktu, agar aku bisa melepas rindu ku.
Rindu yang ku simpan belum terbayarkan, sekarang kamu membuat Rindu ku semakin dan semakin berjarak lagi, jarak kita semakin jauh, jauh sekali...
Dunia kita telah berbeda....

Keesokan harinya, mayat Abi pun dimakamkan, dengan mata yang sembab, aku coba melihat kedalam lubang, memang aku lemah, namun aku ingin melihat mu untuk terakhir kalinya, perlahan kain putih itu di tutupi oleh tanah, hingga membuat tak ada lagi yang terlihat dari lubang itu, dan papan nama mu sebagai tempat peristirahatan terakhir mu.

Satu per satu orang mulai berjalan pulang, meninggalkan mu sendiri disini, namun tidak dengan ku, aku pun mengambil kotak kecil yang pernah kau berikan itu, membukanya perlahan dan terdengar suara sendu yang membuat ku sedikit merasa nyaman, aku pun mengambil satu kertas yang ku bentuk menjadi burung kecil dan menerbangkannya seperti yang kau katakan terakhir kali pada ku saat kamu memberikan kotak itu pada ku, melihat kertas itu terbang seperti kamu, terbang menuju surga.

Aku terlalu merindukan mu, bahkan sangat, rindu ku belum kau tuntaskan dengan sempurna, namun kau membuat rindu ku semakin tak berujung.
Yah.... rindu yang tak akan pernah aku temui titik akhirnya.

Tuhan, 
jika ini cara Mu menjadikan aku bahagia
Sabarkanlah Aku
Jika Ini cara Mu membuat aku tersenyum
Bantu aku keluar dari rindu yang tak berujung ini
Dan jika ini cara Mu menyadarkan ku
Bahwa sesungguhnya tak ada yang abadi untuk terus digenggam
Tidurkan aku pula dalam kedamaian bersamanya di Surga Mu nanti

Sabtu, 01 Februari 2014

Izinkan Aku Keluar dari Kepura-puraan Ini

Dear diary ....

Aku hanya mampu terdiam diruang sempit ini, ruang baru bagi ku, aku hanya bisa menangis diam-diam, aku hanya bisa menutupi kesedihan ku, entah berapa banyak lagi yang aku simpan...
Awalnya baik-baik saja, kita bersama searah dengan jarum jam...
Kita searah berjalan kedepan, namun mengapa satu per satu wanita itu datang dalam cerita kita, dan mengapa kamu yang selalu mengundang mereka?
Kamu selalu membuka pintu itu?
Mengapa?

Kamu bilang ini cobaan?
Cobaan itu datang dari Tuhan, bukan dari kita manusia,
Itu bukan cobaan, tapi memang kamu yang menginginkannya.....

Mana kesepakatan yang pernah kita buat dulu?
Mengubur masa lalu masing-masing...
Dulu kamu begitu mencintai ku, dulu kamu begitu menyayangi ku, hingga tak ada ruang kosong di hati ku, yah itu dulu....
namun sekarang berbalik 360 derajad,
Kemana kamu yang dulu?
Kemana?

Entahlah ini hanya perasaan ku saja, atau memang benar apa adanya.
Kamu telah Berubah

Seandainya aku mau, aku bisa melakukan seperti yang kamu lakukan, membawa lelaki lain dalam cerita kita juga, namun sayang aku tak sebodoh kamu.
Mana perjuangan yang pernah kita kibarkan bersama itu?
Mana?

Seandainya kamu tahu, aku lelah dalam kepura-puraan ini,
Aku lelah pura-pura bahagia,
Aku lelah menikmati yang tak ku mau,
Aku lelah menangis sendirian
sangat lelah,

Kadang aku tak mampu menahan tangis ku, hingga saraf-saraf di otak ku menjadi sasarannya, otak ku terasa ingin meledak, sakit. Sangat!
Berapa pun banyaknya air mata yang aku keluarkan, bahkan hingga aku menangis berdarah pun kamu tak akan pernah melihat kearah ku, lalu apa artinya hubungan ini.
Apa artinya perasaan ini?

Seandainya aku bisa menghilangkan perasaan ini, ingin sekali rasanya untuk aku hilangkan agar aku tak tahu rasanya sakit itu seperti apa, ruang ini terlalu sempit untuk ku, terlalu sesak, membuat denyut nadi ku tak normal, membuat nafas ku ingin berhenti rasanya.
Beri tahu aku bagaimana cara menghilangkan perasaan yang pernah kamu buat ini?

Apa yang harus aku lakukan kini, aku butuh teman,
Aku butuh perhatian,
dan aku butuh kamu...........

Kapan kamu bisa membaca tulisan ku?
Kapan?
Sampai kapan tulisan ini, menjadi tulisan yang tak pernah kau baca?
Sampai kapan?
Sampai Tuhan memanggilku untuk pulang?
Iya?
Apa kau tak menyesal nantinya?

Sadarlah, dulu kamu yang membuat cerita ini ada, aku hanya mengikuti cerita mu, aku hanya mengikuti permainan mu, namun mengapa kamu serasa ingin keluar dari cerita ini?
Kamu tahu, aku sangat lelah dengan semua sandiwara ini...
Aku ingin kamu tahu bahwa selama ini aku bersandiwara untuk bahagia...

Sayang, izinkan aku keluar dari sandiwara ini
Dan kembalilah pada diri mu yang dulu
Maka semua akan baik-baik saja
Percayalah!

Aku hanya punya satu keyakinan
Bahwa Tuhan tak pernah Tidur
Bahwa Tuhan tak pernah meninggalkan kita
Memang aku tak minta suatu pembalasan
Karena Bahagia adalah pilihan
Namun, Hukum karma akan tetap berlaku untuk siapa pun, dimana pun hingga akhir zaman
Aku hanya ingin keluar dari kepura-puraan yang ada selama ini
Hanya itu pinta ku

Kamis, 30 Januari 2014

Menunggu dalam Diam

Dear diary...

Hanya tulisan-tulisan kecil ini yang menemani ku, aku masih terdiam dengan segala lamunan ku, dibalik awan yang kelabu sejuta tanya masih tersimpan tanpa ada jawabnya, pada siapa aku mengadu? selain pada Yang Maha Kuasa.

Aku tak pernah mengerti mengapa Tuhan menciptakan waktu dan ruang, aku tak pernah mengerti mengapa Tuhan menciptakan sedih dan bahagia, dan bahkan aku tak mengerti mengapa Tuhan menciptakan hitam dan putih, semua hal itu sangat tipis, setipis kulit ari buah salak.

Mungkin dengan adanya hitam maupun sedih kita bisa lebih dekat denganNya, tapi Tuhan salahkah aku dengan perasaan ini?
Aku bukan malaikat dengan segala kesempurnaanNya, aku hanya wanita biasa dengan segala kekurangan ku, kekuatan apa lagi yang harus aku miliki hingga aku mampu berdiri tegak Tuhan?

Mengapa perkenalan harus terjadi?
Jika Perpisahan selalu berada dibelakangnya?
Mengapa?

Aku bosan,
Aku muak,
bahkan aku hancur....
Lelah! Sangat!

Bantu aku keluar dari sini, jangan diam saja, aku lelah menunggu sesuatu yang tak ada hasilnya, mengapa kamu selalu membuat aku menunggu untuk suatu kesia-siaan, sedangkan aku?
Iya memang aku juga lebih sering membuat mu menunggu, tapi itu untuk prestasiku, aku mengejar cita-cita ku, tidak seperti mu, aku menunggu mu hingga kamu puas bermain, bahkan kamu ingat?
saat kamu bosan karena aku harus belajar untuk ujian ku?
apa yang kamu lakukan?
kamu mengundang wanita itu dalam gubuk kita, sial!
Sedangkan aku?
apa yang aku lakukan saat menunggu mu?
hanya bisa diam...

Jika aku ingin membalas mu, aku bisa melakukan yang sama, tapi sayangnya aku tak sebodoh kamu, kamu terlalu bodoh jika bisa ku katakan, aku belajar untuk ujian ku, kamu malah meninggalkan ku, entahlah!
aku tak pernah mengerti dengan jalan pikiran mu....

Sudahlah, aku benci dengan semua ini, sangat membenci, jika aku dapat memutar waktu aku tak ingin tahu rasanya kasih sayang, tak sama sekali, aku benci dengan perasaan yang kau buat ini.
Suatu saat jika kamu benar-benar kehilangan ku, kamu baru sadar akan berartinya aku untuk mu, teruslah... teruskan permainan mu, aku akan sabar menanti mu disini, meski dengan beribu bosan yang coba aku tahan, tapi ingat jika aku telah sampai pada titik jenuh yang tak punya ruang lagi untuk beriak, bukan salah ku tapi lihatlah diri mu.

Karena hanya dengan diam, aku bisa pura-pura tersenyum
Karena hanya dengan diam aku bisa pura-pura tertawa
Tapi apakah ini yang kamu inginkan?
Segala kepura-puraan dalam diam ku?
Karena memang, tak ada lagi yang bisa aku artikan
Selain Menunggu dalam diam


Selasa, 28 Januari 2014

Surat Kecil Untuk Mantan Terindah

Dear diary...

Dear mantan...
kangen deh semua tentang kita yang dulu, kamu sekarang apa kabar?
aku tanpa mu disini baik-baik saja ( harap ku )
Mungkin nggak yah kamu memikirkan ku seperti aku memikirkan mu?
Entahlah...

Bagaimana kabar wanita itu?
apa kah dia masih bersama mu?
apakah dia lebih baik dari ku?
Ku harap begitu...

Oya... maafkan aku jika masih dan selalu merindukan mu, karena jujur aku butuh waktu untuk semua itu, jika aku mengingat kejadian beberapa tahun silam ingin rasanya aku membenturkan kepala ku ke tembok, tapi apalah daya ku jika perpisahan ini yang kau pinta...

Kamu ingat pertama kali kita bertemu?
Kamu ingat bagaimana kamu mengatakan cinta pada ku?
sama saja...
Toh kamu juga mencintai wanita itu...
tapi tak ada benci dalam batin ku...

Bego, bego, bego...
buat apa lagi aku mengingatkan mu, toh kamu sudah amnesia, aku ingin terus dapat menari tanpa ada yang menghentikan tarian ku, aku ingin terus berputar dibawah derasnya air hujan tanpa ada yang melarang ku...
" Jangan, nanti kamu sakit "

Dan kamu masih ingat bagaimana kita memerankan teater bersama?
Berada satu panggung bersama mu itu bagian terindah yang tak mampu ku artikan lagi dengan kata-kata. Seandainya kau tahu.

Aku hanya bisa tersenyum dibalik bulan itu, meski pun kita jauh kita berada dibawah bulan yang sama, menatap bulan yang sama dari arah yang berbeda,
kamu ingat ini?
kamu ingat itu?
aku tak tahu berapa banyak lagi aku harus mengingatkan mu, pantaskah aku memutar kembali memori itu?

" Istri ku, berhentilah menulis, bantal dan guling telah memanggil kita untuk tidur "
Sambil menatap mu, aku pun tersenyum...

Memang wanita itu pernah merebut kamu dari ku, namun setinggi apa pun seekor merpati itu terbang ketika dia merasa nyaman dengan pemiliknya dia akan kembali pada pemiliknya...
Dan kini, kita bukan hanya melihat bulan yang sama namun juga melihatnya dari arah yang sama...





Sabtu, 25 Januari 2014

Mengulang Setetes Embun

Dear diary...

Cerita ini tak akan pernah selesai hingga Yang Kuasa memanggilku untuk pulang, berapa banyak huruf yang telah ku rangkai menjadi kata, dan berapa banyak kata yang telah aku susun rapi menjadi sebuah kalimat serta berapa banyak kalimat yang akhirnya menjadi sebuah paragraf, tak pernah membuat aku berhenti untuk terus " Menulis "...

Tulisan memang biasa untuk setiap orang, namun bagi mereka yang menghargai sejarah maka akan mampu menghargai tulisan, memang masa lalu tidak akan pernah menang karena selalu berada di belakang, namun tanpa masa lalu tak akan pernah ada masa depan.

Semua orang tentu mempunyai masa lalu tak terkecuali aku, lalu salah?
Kita hanya seseorang yang menjalankan peran yang skenarionya dibuat oleh Tuhan, apa pun peran itu mau tak mau harus kita jalani, sekarang bagaimana cara kita menjalankan peran itu hingga menghasilkan cerita yang tak biasa.

Bicara soal masa lalu cukup memutar memori ku pada beberapa tahun lalu, saat hidup membicarakan tentang " Cinta ", yach saat semua orang tersenyum saat mereka menangis dan bahkan tertawa, betapa mereka bersyukur menjadi bagian satu sama lain.

Bicara tentang cinta memang tak akan pernah ada habis-habisnya, apalagi Cinta pada Yang Maha Kuasa.
Namun saat itu bukan cinta yang ku punya, tapi " Dia ".
Saat menikmati masa putih abu-abu ditengah perbedaan yang tak jarang mengundang perdebatan, saat kita harus silih paham, saat kita harus bersaing meraih prestasi terbaik, itulah saat berharga yang aku punya. Dulu.

Tuhan mempertemukan ku pada seseorang yang membuat aku tak mengenal sedih itu seperti apa, dulu aku tak tahu tangis itu seperti apa, bahkan dulu aku tak mengenal kecewa itu seperti apa. Yach Dulu.
Bagai setetes embun di pagi hari, meski dingin namun menyejukkan.
Kita semakin dekat, karena ruang dan waktu yang sama kita lewati bersama. Namun tak sesederhana itu, hidup tidak boleh flat hingga pada akhirnya aku mulai meraba kesedihan, dan lupa rasanya bahagia itu sepertia apa.

" Masalah mu, masalah ku juga " 
Aku hanya tersenyum mengingat kata-kata itu, dia membuat aku serasa permaisurinya, aku hanya mencoba menjalankan peran ku dengan cara ku, meski memang skenario telah dibuat Tuhan.

" Kamu Bohong "
Dan itu kata-kata yang kini berputar dalam otak ku, dulu kamu mengatakan masalah ku masalah mu juga, tapi mengapa kini saat masa remaja ku mulai beranjak kamu tak ada disini, jangankan orangnya kabarmu saja tak pernah ku dengar.

Entahlah apakah kisah kita akan menemui ujungnya?

" Persahabatan "
Yach satu kata itu yang coba aku pertahankan hingga kini, meski hembusan nafas mu tak terasa, meski sentuhan mu tak teraba, aku percaya do'a-doa' kecil dibalik embun pagi ini yang akan menjaga kita satu sama lain.
Itulah " Kita "
memang hidup tidak melulu soal cinta, karena hidup banyak rasa.

Salam Persahabatan.....


Sabtu, 18 Januari 2014

Kita Masih dalam Jarak

Dear diary...

Pagi yang tak biasa, masih dengan beribu lamunan yang belum terselesaikan dengan baik, aku masih termenung dibalik wajah pucat ku, owh Tuhan menahan rindu itu ternyata tak senyaman yang aku bayangkan.

Kita masih dalam jarak, saat pasangan-pasangan lain memutuskan untuk sebuah pertemuan.
Kita masih dalam jarak, saat mereka sedang bergegas menghampiri pujaan hatinya.
Dan kita disini masih dalam jarak, saat mereka berjalan selangkah lagi.
Dan kita jauh dari kata pertemuan...

Mungkin bagi mu tak adil, namun maafkan aku, aku tahu bagaimana iri yang kau simpan saat melihat pertemuan mereka, bahkan aku sangat paham dengan rasa itu, jika aku jadi kamu pun aku merasakan hal yang sama, namun mengertilah kasih bahwa waktu yang akan mempertemukan kita kembali.

Tetaplah sabar menanti, peliharalah rindu itu hingga pertemuan kita nantinya, percayalah bahwa rencana Tuhan akan indah pada waktunya.
Desakan mu yang selalu meminta ku untuk pulang selalu terngiang dalam otak ku, kau membuat segalanya menjadi beban, kadang hingga mengundang emosi, padahal sederhana, masalahnya hanya " Rindu Bertemu "

Masih dalam diam ku, hanya do'a-do'a kecil yang mampu ku panjatkan, agar kau baik-baik saja dalam kerinduan itu, meski ku tahu kau hampir rapuh, namun peganglah pundak ku, dam mari kita berjalan bersama melewati semak belukar yang Tuhan beri nama " Rindu " ini, tak semua ucapan harus ada tindakan, ada kalanya diam lebih baik dari pada banyak ucapan yang hanya kebohongan belaka, tetaplah bersama perasaan mu yang dulu, jangan pernah merubah itu, karena pertemuan pun telah menanti kita, meski kita sendiri pun tak tahu itu kapan....

Karena kita masih dalam jarak
Teruslah tersenyum seolah-olah esok kita akan bertemu
Meski tak pasti, percayalah bahwa ruang dan waktu kita akan kembali sama
Meski tak pasti, teruslah berharap kasih
Sebab seekor semut pun tak mampu hidup tanpa sebuah harapan
Salam rindu ku dari kota pelajar untuk kamu yang masih terdiam di sudut kota seribu masjid......

#Kepo Ku untuk Mantan

Dear diary...

Aku hanya wanita biasa, yang kadang bisa lemah dan kadang pula bisa kuat, kekuatan itu tak begitu penting, karena memang hidup memaksa kita untuk terus kuat, huuuffff..... aku tak tahu harus memulai cerita ini dari mana, yang terpenting kini aku telah terbiasa tanpa pria itu meski masih diam-diam kepo akan hidupnya.

Kita berpisah hanya karena satu alasan klasik " Aku ingin fokus sekolah " kata mu...
what everlah itu, karena ketika seorang pria mulai merasa bosan semua alasan yang tak masuk akal pun dijadikan alasan.

Tuhan ternyata tak ingin melihat aku larut dalam kesedihan, beberapa bulan kemudian Tuhan memperkenalkan aku dengan pria yang tak jauh beda dari mantan ku. Yach hubungan kami baru seumur jagung, memang aku terlalu bergantung pada mantan ku, sudah ku coba untuk melupakannya, namun ia selalu berputar dalam pikiran ku, hingga pada bulan kesebelas sejak kami putus ia pun masih erat dalam ingatan ku.

Aku tahu ini salah, bahkan aku sangat paham, tak seharusnya aku seperti ini, namun aku masih mencintainya dalam diam ku, aku tak bisa membohongi perasaan ku bahwa aku masih mengikuti mu diam-diam. Aku tahu ini akan melukai kekasih yang kini bersama ku, tapi aku harus bagaimana?
mengakui semua ini padanya?
owh... tidak mungkin...

Setiap pagi aku hendak beranjak dari temapt tidur, hal yang pertama kali aku lakukan adalah mengambil ponsel ku, dan membuka twitter, kemudian menulis nama mu pada kolom search, perlahan aku membaca dari status paling atas hingga yang terbawah, meski kadang ada rasa sakit, namun aku tak bisa terlepas dari kebiasaan ku itu, dia tak jauh berbeda dengan pria lain, tak sesering mungkin menulis status, namun aku tetap mencari tahu tentang dia yang sekarang.

Hingga pada hari jadi ku, aku berharap ponsel berdering dan itu kamu, ternyata bukan, aku hanya bisa terus berharap dalam diam ku, aku hanya bisa terus menanti sesuatu yang tak pasti, meski kini ku tahu kamu tak sendiri lagi, apakah mungkin hati kita akan bertemu kembali?
Atau kah hati kita sudah tak saling mengenal lagi....?
Entahlah....

Dengan kepo ini cara aku mempertahankan hidup ku, meski pun banyak fakta yang membuat aku sakit, tapi aku akan tetap melakukan ini, karena aku masih mencintai mu dan selalu ingin tahu kabar mu, meski kamu tak pernah melihat ku....

Kamu tak pernah tahu, setiap pagi aku berangkat sekolah, aku selalu melewati depan rumah mu, yah hanya sekedar melirik namun ada sedikit harapan untuk kamu juga tahu apa yang aku lakukan, hingga pada hari itu aku melihat wanita keluar dari sebuah mobil berwarna merah untuk menjemput mu ke sebuah tempat!
Entahlah...

Aku sadar dengan semua yang aku lakukan, namun kamu bagai narkoba untuk ku yang membuat aku kecanduan, aku senang meski hanya tahu kabar mu dari akun twitter, atau hanya sekedar lewat depan rumah mu, setidaknya Tuhan masih mengizinkan aku untuk menatap mu diam-diam.

Jumat, 17 Januari 2014

Cinta dan Benci dalam Sepotong Roti #4

Dear diary....

Seiring berjalannya waktu, hari ku lebih banyak ku lewati bersama lelaki lampu merah itu, hingga kini aku tak tahu nama pasti dari laki-laki itu, hingga kini aku pun tak tahu mengapa ayah dan bunda begitu menyayangi lelaki itu, ayah dan bunda sangat percaya padanya, hingga setiap kali aku hangout dengan teman-teman, lelaki itu seperti barang yang wajib aku bawa, hingga pada malam itu semua tanya menemukan jawabnya.

Malam itu tepat pada acara dance night dikampus, sebenarnya tak ada alasan kuat untuk aku melangkahkan kaki mengikuti acara itu, acara sederhana, yang tak mampu mengalahkan kebiasaan ku dikamar, acara sederhana yang tak mampu mengalahkan tontonanku spongebob squarepants, namun bunda memaksaku untuk berangkat, lagi dan lagi bunda memaksa. Entah aku sadar atau tidak bahwa bunda telah merencanakan semua ini, entah sandiwara apa yang tengah bunda perani.

Aku sebagai anak tunggal, hanya bisa diam dan mengikuti kemauan bunda, seandainya saja Tuhan masih mengizinkan aku memilki saudara, aku sangat ingin hal itu terjadi, terkadang aku lelah jadi badut bunda, namun kadang aku mengasihinya. Malam itu bunda mendandaniku selayaknya putri yang ingin bertemu sang pangeran, malam itu adalah malam yang tak biasa bagi ku, selama bunda mendandani ku, aku hanya terdiam membisu, tak banyak bicara, mengikuti semua ucapan bunda, aku hanya menutup kelopak mata tanpa melihat hasil dandanan bunda, yach apa pun hasilnya ku tahu itu yang terbaik buat bunda ( sok dramatis ceritanya )

" Sekarang Di berdiri, ayyooo... " ( seru bunda )
saat itu aku masih menutup mata ku, entah mengapa rasa berbeda itu muncul dari batin ku, ataukah ini hanya perasaan yang tak ada ujungnya?
" Okay, dalam hitungan ke tiga, Di boleh buka mata ! satu.... dua..... dan... ti.... ga.... ! "

Perlahan aku membuka mata, bunda telah memakaikan lensa pada mata ku sehingga kaca mata yang biasa menemani ku tak ku gunakan malam itu, meski sedikit samar ku coba untuk mengumpulkan titik-titik cahaya itu hingga menjadikannya satu pusat cahaya yang terang.
" Ayah.... ? " ( tanya ku heran )
" Ayah disini Di ! " ( jelas ayah pada ku )
terdengar suara ayah dari telinga kanan ku, aku pun menggerakkan badan perlahan dan menoleh kearahnya.
" Kok Ayah ada dua ? " ( tanya ku semakin heran )

Ayah dan bunda hanya tersenyum, entahlah semua ini semakin membuat ku bingung, pertanyaan itu semakin bercabang-cabang dalam benak ku.
Dia mulai mendekati ku, selayaknya aku tuan putri malam itu, sambil menunduk sopan ia mengulurkan tangannya...
" Mari tuan putri yang manis, bolehkah saya menemani tuan putri malam ini ? " ( tanyanya pada ku )

Owh... Tuhan... semua ini semakin samar tak jelas, begitu pula dengan perasaan ku, perasaan yang tak mampu ku jelaskan, perasaan yang tak mampu ku baca, dag dig dug rasanya, ini hanya tontonan biasa, namun mengapa waooooowww terasa.
Aku hanya terdiam, tak banyak kata yang ku ucap.
" Di.... ! " ( suara bunda menyadarkan ku )
" Iiiyaaa... bun ... " ( jawab ku, dengan setengah terperanjat kaget )
Bunda memberikan isyarat pada ku untuk merangkul tangan lelaki itu, apakah aku putri tidur yang selalu bunda dongengkan saat aku kecil dulu? ataukah aku cinderella yang kehilangan sepatu itu ? atau aku gadis korek api itu? Entahlah siapa pun aku yang pasti malam ini aku " Jatuh Cinta padanya " yach... sepertinya...
Jatuh cinta pada lelaki lampu merah itu, jatuh cinta pada lelaki roti Rizo itu, jatuh cinta padanya...
waoooowww rasanya....

Ayah begitu berani membiarkan aku dan lelaki ini berdua dalam mobil, tanpa siapa pun selain kami berdua, yach hanya berdua. Sepanjang perjalanan ke kampus, dia memandangi ku dengan tatapan yang dalam, namun aku tak berani menatap matanya, aku tak kuasa, tak sanggup rasanya, dia hanya tersenyum tanpa ada beban dipikirannya.
" Kamu kenapa sih ? " ( tanya ku membuka percakapan )
" Kenapa apanya? " ( tanyanya heran pada ku )
" Kapan sih kita bisa memandang pada satu arah yang sama ? " ( teriak ku )
" Huuuusss... nggak pakai ngambek kwalleee, iya aku paham maksud kamu, kenapa? salah kalau aku memperhatikan kamu? " ( jelasnya )
" ya.... yaaa... ya... sa... salahlah ! " ( jawab ku kaku )
Namun ia tak menghiraukan jawaban ku, ia terus menyetir mobil dengan fokus dan diam-diam mencuri pandangan ku, rasanya berada dalam satu mobil bersamanya itu seperti mimpi.

Aku tak tahu apa yang membuat aku begitu membencinya, namun aku juga lebih tak mengerti apa yang membuat aku jatuh hati pada laki-laki ini.

Aku ingin perjalan ini lebih panjang lagi, lebih dari sekedar menuju kampus, aku ingin lebih lama lagi bersamanya, aku ingin... saangat ingin... namun sayang aku terhenti dengan semua keinginan ku.
" Kita sudah sampai tuan putri ! " ( jelasnya )
Aku hanya mampu menghela nafas, dan ia menyadari yang aku lakukan.
" Kenapa? " ( tanyanya pada ku )
namun aku hanya menggelengkan kepala ku, wajahnya mendekati ku, owh no.... apa yang dilakukan laki-laki ini, seperti pertama kali ia mendekati wajahnya saat diruang UKS hingga aroma tubuhnya mampu tercium kuat oleh ku, ia semakin dekat dan....
" HAAAACCIIIIIIIMMM.... " ( dan dia bersin )
" Sial ! ( gerutu ku )
" haaa... haa... haaa.... " ( dia hanya tertawa girang )
Dan dia kembali mendekati wajahnya, namun aku tak peduli, aku hanya terdiam dibalik wajah kusut ku, sambil tersenyum ia berkata...
" Mana ada pangeran yang mau sama putri yang tukang ngambek, mana ada pangeran yang mau sama putri yang selalu menekuk wajahnya, so....???? " ( bisiknya pada ku )
Aku pun mengarahkan wajahku tepat dihadapannya, hingga hidung kami hampir saling menyentuh,
" Baik pangeran lampu merah ! " ( jelas ku )
" Perkenalkan tuan putri nama saya Duta Efendy, tuan putri cukup panggil saya " Duta " ! "
Dan dari sekian kali pertemuan ku dengannya, akhirnya ia pun menyebut namanya.
Yach... Duta...

Lelaki itu membukakan pintu untuk ku, sumpah rasanya aku adalah orang terspecial malam itu, aku bagaikan ratu yang memimpin kerajaan dengan jutaan rakyat yang memandang ku, perlahan aku pun menurunkan kaki ku, hingga akhirnya aku sadar kaki ku telah menapaki tanah, aku mencoba menghela nafas, memandang kearah depan meski sedikit ragu, ia membantu ku berjalan, dan lelaki itu menutup pintu mobil perlahan, ia mulai membantu ku berjalan, diam-diam aku mencuri pandangannya, entahlah aku tak mengerti dengan semua ini, jika ini salah lekas bangunkan aku Tuhan, tapi jika ini benar biarkan aku terus tertidur bersamanya.
Dia hanya tersenyum, dia mengerti bahwa diam-diam aku memandanginya, dan dia lagi-lagi hanya tersenyum.

Aku tak peduli berapa banyak mata yang memperhatikan kami malam itu, aku tak peduli berapa banyak ucapan yang membicarakan kami malam itu, yang ku tahu malam itu aku begitu percaya diri berjalan bersamanya, sesaat aku terhentak.
" Diiirraaa..... " ( suara itu mengagetkan ku )
Aku pun melepas gandengan tangannya saat aku tahu bahwa itu suara Bella, dengan suara kaki yang menakutkan Bella menghampiri ku.
" Ciiieeee.... Tuan Putri Dira Sastro Widyomoko.... ( Ejek Bella pada ku ), kok rangkulannya di lepas ? " ( tambahnya )
" Nggak lucu Bel " ( bisik ku )
" Kamu cantik Di ! " ( suara itu terdengar dari belakang Bella )
Aku pun tersipu malu dengan pujian itu, Sejak Abib membuat pernyataan bahwa kami pacaran, sejak itu aku tak pernah berbicara lagi dengannya, dia juga tak pernah mengoloki ku jika aku datang terlambat saat pelajaran dokter Doni, semua berubah sejak hari itu, namun malam ini lelaki yang menjadi musuh di kelas ku mampu memuji ku hingga membuat aku tersipu malu, namun aku hanya tersenyum.

" Masuk yuk ! " ( seru Bella )
" Ayyooo Bib... ! " ( seru Bella sambil merangkul tangan Abib )
Kami berempat pun jalan bersampingan, hingga pada akhirnya aku sadar bahwa Abib memperhatikan ku, entah apa yang tersimpan dalam benaknya, saat kami tiba di pintu masuk aku terperanjat kaget. Saat aku melihat sekeliling ku begitu banyak foto ku terpampang sepanjang jalan menuju karpet merah, satu persatu aku menjelajahi foto itu, hingga aku menemukan satu foto dimana saat kepala ku terbentur oleh bola basket, dan lelaki lampu merah itu menggendong ku, membawa ku ke ruang UKS, dia sadar dengan yang aku lakukan, dan seketika dia berbisik di telinga ku.
" Sudah jelaskan ? " ( tanyanya pada ku )
Namun aku hanya terdiam, mengapa sepanjang jalan ini foto ku begitu banyak terpampang, dan itu bersama lelaki ini, Bella dan Abib tepat berada di depan kami, diam-diam Abib menoleh kearah ku, namun aku tak mengerti dengan makna yang ia berikan, aku pun bertanya apakah Bella dengan Abib pacaran?

**************************************************************************
Saat semua anak mulai berdansa, aku hanya terdiam, diam membisu, diam membeku di balik keramaian malam itu, dan aku pun tersadar bahwa Duta tak bersama ku, aku mulai memperhatikan sekeliling ku, mulai panik, dan menerobos keramaian, namun tiba-tiba seseorang menarik legan ku, saat aku berhadapan dengannya, tiba-tiba aku merasakan sesuatu yang aneh, entahlah aku tak mengerti.
Mata kami saling memandang, ia tersenyum dibalik kaca matanya, tai lalat yang berada tepat dibawah matanya membuatnya semakin manis jika terus memandangnya, lesung pipi yang membuat semua wanita tergoda saat ia tersenyum.
" Di... dansa yuk... " ( ajak Abib pada ku )
Aku hanya tersenyum dan mengangguk.
" Are you okay ?  " ( tanya Abib pada ku )
" Yes ! "
" Malam ini kamu cantik banget Di ! " ( dia mencoba memuji ku )
Sesaat aku pun tersadar.
" Duta ! "
aku pun melepas tangan Abib dan membalikkan badan, memperhatikan sekeliling ku, aku meninggalkan Abib tanpa sepatah kata pun, aku mulai kebingungan, tak mengerti arah mana yang harus ku tuju, tiba-tiba seseorang dari belakang ku menutup mata ku dengan kedua tangannya, aku mengerti siapa dia, aku kenal dengan aroma ini, aku pun membalikkan badan dan ia melepas kedua tangannya yang menutupi mataku, kami pun saling berhadapan, saling memandang dan tersenyum malu, dan entah dari mana datangnya kekuatan itu tanpa pikir panjang aku langsung memeluknya, yach memeluk Duta lelaki lampu merah itu.
" Duta, aku sayang kamu, aku takut ! " ( ucap ku )
namun ia hanya diam seperti tiang.

Tiba-tiba sekeliling ku tak bersahabat, petasan mulai terdengar, balon-balon mulai meletus tak karuan, tiba-tiba sunyi, dalam kesunyian terdengar suara hentakan kaki diiringi tepuk tangan seseorang, aku pun menoleh ke sumber suara, saat aku sadar ternyata dia wanita yang waktu itu menghampiri ku dengan wajah merah yang disertai asap dari kedua telinganya.

Tiba-tiba lelaki lampu merah itu menjauh, menjauhi ku saat wanita itu mulai mendekati ku, dan kini semakin dekat. Dia menatap mata ku, sedalam yang dia mampu.
" Woooyyy.... ! " ( Teriak Abib ) namun saat itu Abib tak mampu membela ku seperti hari itu, Bella menahan tangan Abib, Bella mencoba menenangkan Abib.
Wanita itu seperti Ibu tiri dalam kisah cinderella, dengan senyuman yang menakutkan,
" Apa kabar Dira ? " ( tanyanya membuka percakapan ), namun aku hanya terdiam
" Duta, aku sayang kamu, Aku takut ! " ( wanita itu memperagakan ucapan ku sedetik yang lalu )
" Haa....haaa.... haaaa.... Dira.... dira, dasar anak polos, kapan sih kamu besar? " ( wanita itu mengejek ku )

namun aku hanya terdiam, aku memperhatikan Duta, dalam diam aku menyimpan kebencian itu kembali untuknya, namun dia hanya menunduk, aku memperhatikan sekelilingku, sambil menelan air ludah dan menghela nafas aku mencoba menenagkan diri ku.

" Mau kamu apa ? " ( tanya ku pada wanita itu sambil menahan tangis ku)

" Kamu tahu? berapa banyak kemewahan yang kamu miliki?
Kamu selalu disanjung sama semua orang, sekali pun kamu datang terlambat ke kampus.
Kamu selalu menjadi juara di hati semua orang TERKECUALI aku, kamu selalu dibicarakan, disana-disini, kamu selalu menjadi primadona dengan sifat manja mu itu, sedangkan aku?
Aku hanya kertas yang telah menjadi Abu,
Aku hanya tulisan yang tak pernah terbaca dengan jelas,
Aku benci jika melihat mu, aku benci dengan orang-orang yang selalu membicarakan mu, aku Reva Widyomoko, yang tak pernah kamu lihat, yang selalu kamu acuhkan.... " ( jelasnya )

" Maksud kamu apa sih? aku nggak ngerti ? " ( tanya ku heran )
" Ewh... wanita gila, awas yo kalau sampai kamu menyentuh Dira sedikit pun ! " ( Teriak Abib )
Tiba-tiba wanita itu menarik lelaki lampu merah itu.

" Kamu tahu ini siapa ? ( tanyanya pada ku ), JAWAB ! " ( bentaknya )
aku hanya terdiam, jujur aku tak tahan dengan semua ini, lelaki itu membuat aku malu di depan umum seperti ini, aku ingin lari dari sini, owhh Tuhan apa yang harus aku lakukan....????

" Duta Efendy Widyomoko " ( jelasnya )
" Tadi kamu bilang apa? sayang ? kamu sayang dengan sepupu sendiri ? iya? benar sayang ? " ( tambahnya )

" Sepupu ? " ( bisikku )
owh Tuhan apakah dia benar sepupu ku? iya ? sepupu ?
Aku semakin tak mengerti dengan ini semua, ingin rasanya aku menampar mulut wanita ini, ucapannya yang semakin tak jelas membuat aku muak dengan adegan ini.

" yach begitulah, orang kaya yang sombong, sampai saudara sendiri saja tak tahu, bahkan tak kenal, tahunya lelaki lampu merah, makanya jangan tidur mulu',,, sepupu sendiri itu harus tahu, hhaaa... haaa.... haaa... jatuh cinta dengan sepupu sendiri? " ( dia mencoba memanasi ku )

" satu hal yang harus kamu tahu, bahwa semua ini adalah permainan ku, mulai dari lampu merah itu, kepala mu terbentur dengan bola basket, bahkan sampai malam ini, semua itu adalah rekayasa ku, aku iri dengan semua yang kamu miliki, termasuk ayah dan bunda yang kamu miliki, kamu nggak pantas dapat semua itu, aku yang pantas bukan kamu, dulu saat eang kakung meninggal seharusnya dia memanggil nama ku bukan nama mu, saat ayah ku terperangkap jeruji besi, om Juan kemana? hah? ayah mu kemana? yang ada dia keluar negeri, berlibur, tidak memikirkan saudaranya. Kamu nggak akan pernah bahagia diatas penderitaan orang lain, kamu itu munafik ! MU... NAA... FIIIKKKK " ( jelasnya )

" bruuuugggg ... "
suara itu terdengar tepat dihadapan ku, tak sanggup lagi ku tahan, tangis ku memecah dan aku berlari meninggalkan keramaian yang sunyi itu, terakhir yang aku sadari Abib melemparkan gempalan tangannya tepat diwajah wanita itu, entah apa yang terjadi selanjutnya, aku tak peduli berapa banyak mata yang menatap ku, aku tak peduli, aku tak mengerti dengan semua ini, sangat tak mengerti.

Aku tak tahu harus berlari kemana, hujan ini membuat tangis ku semakin meledak diudara, aku tak paham Tuhan, sangat tak paham...

" Aaaaaaawwwwwhhhhhh..... ! " ( teriak ku )
tiba-tiba seseorang memelukku dari belakang, aku sadar bahwa kontak lens ku terlepas karena tangis ku, hingga aku tak tahu siapa yang memelukku, dia memelukku erat dan semakin erat, sepertinya ia paham dengan apa yang kurasa, sesaat kemudian aku membalikkan badan, dalam samar-samar aku mencoba meraba wajahnya, tahi lalat dibawah matanya cukup membuat aku mengenali siapa dia sebenarnya, dia memakaikan kaca matanya pada ku, dan sesaat kemudian aku memeluknya erat, aku tak ingin melepas pelukan itu, meski aku tahu Bella memperhatikan ku di ujung jalan, maafkan aku Bella...

Lelaki lampu merah itu berhasil memberikan roti manis pada ku, ia juga berhasil membuat roti itu menjadi pahit, bahkan sangat pahit, kini tak ada lagi cerita tentangnya, tak ada lagi danau, perahu dan rumah pohon, yang ada hanya Aku, yach aku seorang diri, dia berhasil menghancurkan ku di tengah keramaian malam itu, ia berhasil membuat aku menelan roti itu tanpa segelas air, ia mampu membuat aku menangis bersama hujan malam itu, selamat atas semuanya.
Cinta dan benci dalam sepotong roti ini akan aku simpan dalam benak ku, bahwa malam ini kamu berhasil membuat aku terbang setinggi mungkin sekaligus kamu berhasil membuat sayap ku patah.

" Selama ini aku mengalah dihadapan mu " ( suara itu samar-samar terdengar )
Saat aku melepas pelukan itu, aku tersadar bahwa itu Bella dan aku pun memeluknya, namun saat aku ingin memeluknya, ia menghindar. Masih dalam tangis ku, aku mencoba merangkulnya, namun ia menghindar.
" Aku tahu soal kak Duta, dia adalah sepupu mu yang tak kau kenal, dia adalah orang hebat, mungkin kamu tak pernah tahu bahwa dia adalah laki-laki yang diidolakan anak sekampus, dia selalu menjadi juara basket... "
dalam tangis yang terisak-isak aku mencoba mendengarkan dengan jelas setiap kata yang Bella ucapkan.

" Aku tahu banyak tentang kak Duta, aku jatuh cinta padanya, namun sejak aku tahu bahwa kak Duta lebih memilih kamu, aku mencoba diam, tak banyak bicara, hingga pada hari itu Abib mengatakan bahwa kalian pacaran, hati ku semakin hancur, aku telah mengalah pada mu, tak pernah mengikuti perkembangan kak  Duta lagi, aku mulai membuka hati untuk Abib, namun sayang kak Reva benar, kamu selalu memiliki apa yang kami ingin miliki, kamu tak pernah puas dengan apa yang kamu dapat kini, kamu tahu sakitnya aku saat melihat Abib memeluk mu, aku ingin seperti itu, tapi sayang kamu tak memberikan kesempatan itu pada ku " ( tambah Bella )

Aku pun menghapus air mataku, dan berusaha kuat, sekarang aku paham bahwa Bella mencintai Abib, aku memperhatikan Abib dalam-dalam, aku tahu apa yang ia rasakan, aku tak ingin melukai hati sahabat ku, ku harap Abib mengerti.
" Hey.... gadis manis, kamu berhak mendapatkan apa yang kamu mau! nggak ada yang larang, aku tahu kamu sayang bangets sama Abib, Abib juga sayang sama kamu ... " ( jelas ku, sambil menatap Abib )

" Bell, kamu harus tahu aku nggak punya perasaan apa-apa dengan Abib selain teman, toh setiap hari aku berantem sama Abib, iya kan Bib ? " ( tanya ku pada Abib )
Aku tahu Abib tak ingin menjawabnya, namun aku juga paham ia tak ingin melukai hati Bella, aku memandangi Abib, seolah-olah memberikan isyarat untuk mengatakan iya.

" Kamu nggak perlu memaksa Abib untuk berkata iya, aku tahu apa yang Abib rasakan, Hari itu Abib membuat sebuah lagu untuk mu, bukan untuk ku " ( jelas Bella )
perkataan Bella jujur membuat aku terperanjat kaget dalam tangis ku, ternyata aku sadar banyak hal yang tak ku ketahui dengan baik.

" Abib sangat sayang pada mu, setiap malam dia berdiri didepan rumah mu, hanya untuk meletakkan botol kecil berharap setiap pagi kamu melihat botol itu, tapi sayangnya kamu tak pernah melihat satu botol pun, dia juga yang selalu mengirimi roti selai durian ke rumah mu, dia yang meletakkan roti itu di meja UKS, kamu selalu menganggap roti itu dari kak Duta, tapi nyatanya bukan, namun Abib tak pernah menyerah, Abib selalu berusaha mendapati hati mu, dia selalu melindungi mu dalam diamnya, dia sangat menyayangi mu, bukan aku ! " ( tambah Bella )

Sesaat Bella beranjak pergi, ucapannya semakin membuat aku terperanjat kaget, apa benar apa yang dikatakan Bella pada ku?
Apakah sebesar itu sayangnya Abib pada ku?

" Di... ! " ( sapa Abib )
" Apakah semuanya kurang jelas untuk kamu mengerti ? " ( tambahnya )
 Aku tak mengerti dengan apa yang aku lakukan, sesaat aku menampar Abib dengan tangan ku yang setengah lemas.

" Aku muak dengan semua ini, puas kamu melihat hidup ku hancur ? "
" Di... ? "
" Kenapa saat aku tahu itu cinta, kenapa dia harus menjadi saudara ku? kenapa? dan mengapa harus kamu Abib Rumaja ? Sekarang salah siapa? salah ku? "
Dia mengerti apa yang aku rasakan, tiba-tiba ia kembali memeluk ku dalam dinginnya hujan malam itu, pelukan itu sangat hangat ku rasa, ternyata roti itu milik Abib bukan pria lampu merah itu, yach benci dan cinta ku tersimpan dalam sepotong roti itu.

" Di... semua ini bukan salah mu, ini salah ku. seandainya dari dulu aku mengakui perasaan ku pada mu, pasti tak begini ceritanya, aku tahu Bella sayang pada ku, namun aku pernah mengatakan padanya bahwa aku cinta kamu, iya cinta kamu Dira, dan Bella mengerti akan hal itu, maafkan aku Di, aku akan buat Roti itu semanis mungkin agar nyaman di lidah mu "

Aku hanya diam dalam kekakuan ku, Ternyata perasaan yang aku raba selama ini salah, persepsi yang aku buat selama ini salah besar, dan banyak tulisan yang tak mampu aku baca dengan saksama, aku bukan jatuh cinta pada Duta, tidak jatuh cinta pada lelaki lampu merah itu namun aku jatuh cinta pada pengagum rahasia ku, jatuh cinta pada seseorang yang diam-diam melindungi ku dari kejauhan yang tak terlihat, yach aku rindu sepotong roti itu.

" I love You Di " ( tambah Abib )

Aku hanya tersenyum, dan menatapnya dalam diam ku, aku kembali memeluknya, seerat yang aku mampu. Ternyata Benci dan Cinta itu beda tipis, saangat tipis. Orang yang terlihat cuek, orang yang selalu mengoloki kita adalah seseorang yang paling peduli pada kita. Yach Cinta dan Benci yang kau hadirkan pada sepotong roti mampu membuat ku menangis dan tertawa dalam diam ku.

_The End "








Rabu, 15 Januari 2014

Cinta dan Benci dalam Sepotong Roti #3

Dear diary ...



" kring.... kring... kring.... " jam weker berdering dan membangunkan ku, sesaat aku memperhatikan jam weker dan kemudian terlelap kembali. Hari ini tak ada niatku sedikit pun untuk beranjak dari tempat tidur apalagi harus keluar kamar.
" Di.... " ( suara bunda memanggilku )
" Dira.... " ( lagi, dan lagi bunda memanggilku )
Namun tak ada satu sahutan pun yang terdengar dari dalam kamar ku.

Bunda adalah orang yang baik, namun akan menjengkelkan saat Bunda sibuk membangunkan ku dari tidur, dan entah kekuatan apa yang dimiliki bunda hingga ia mampu membuka pintu kamar ku. ( ya iya lah bunda bisa buka pintu kamar ku, orang bunda pakai kunci serep! jjlleeeeppp ! ) Bunda menarik selimut ku, sambil mencium kening ku.
"sayang, ayyoooo bangun... ! " 
" aawwwwhh.... " ( gerutu ku, sambil menarik selimut )
" Di, katanya semalem mau lari pagi lah, naik sepedalah, main ke taman lah, awh... hanya wacana doank... !"
" eewwwhh.... Bunda ini tuh masih jam 6 pagi, Bunda suruh aku lari sendiri? Bunda mau entar aku diculik? Bunda mau aku ketaman naik sepeda sendiri? Bunda nggak takut kalau aku kenapa-napa? " ( gerutu ku )
" Huuuussss... siapa bilang kamu sendiri ? Lagian yang bilang sekarang jam 6 itu siapa? "
" Ya... teruuusss saaa.... " ( belum selesai aku bertanya pada Bunda, dengan mata setengah buram aku melihat seseorang berdiri di depan pintu kamar ku, tapi bukan Ayah )
" Pagi Di ! " ( sapanya pada ku )
Aku pun mengambil kaca mata di meja, dan sesaat aku terperanjat kaget.
" Ka.... ka... kaaamuuuu.... ? "

_Sesaat Kemudian
Mau tak mau memang mengaharuskan ku beranjak dari tempat tidur, dan hari ini akan menjadi hari yang menyebalkan sepanjang hidup ku.
" Pagi yah.... ( sapa ku pada Ayah yang telah menunggu di meja makan )
Ayah hanya tersenyum melihat ku, " Mukanya kok di tekuk githo ? padahal ada cowok cakep yang samperin ? " 
Sambil memperbaiki kaca mataku, aku memperhatikan lelaki yang akan menghancurkan hari libur ku. Sepanjang kami makan tak ada satu kata pun yang keluar dari mulut ku, tak ada satu percakapan pun yang aku simak dengan baik.

*************************************************************
" Ayyoooo.... " ( serunya pada ku, sambil mengeluarkan sepeda dari garasi )
" Yo, tali sepatunya diikat yang baik toh mbakyu ! " ( sapanya sambil memperbaiki tali sepatu ku )
Aku hanya terdiam, entah dari mana Ayah dan Bunda mengenal lelaki yang menjengkelkan ini, hingga mempercayainya untuk bersama ku.
" Kaca matanya belum diganti juga ? ( tanyanya pada ku )
Namun aku hanya bisu tanpa kata, sepertinya dia ingin memancing ku untuk berbicara dengannya.
Kami pun meninggalkan rumah, dan berjalan menuju taman menggunakan sepeda, lelaki itu memboceng ku, tak seperti biasa, saat aku berhadapan dengannya, hari ini aku lebih banyak diam.

" Tumben kamu nggak banyak omong ? " ( tanyanya kembali pada ku )
" Aku yakin kamu tahu, apa yang ada di pikiran ku ! " ( balas ku )
" Emang aku peramal? sampai tahu apa yang kamu pikirkan ? "
" What Ever ! " ( sahut ku )
" Kamu kalau senyum cantik tahu ! " ( mencoba merayu )
Tiba-tiba aku menghentikan sepeda itu....
" Ewh... kenapa... ? " ( tanyanya heran )
" Mau kamu apa sih ? " ( tanyaku kasar padanya )
" Aku nggak ngerti ! Ayyoooo.... kayuh lagi sepedanya... !
" Malllleeessss ! "
" Katanya mau kurus.... ! " ( Ejeknya pada ku )

Dan aku pun kembali mengayuh sepeda bersamanya, sepanjang perjalanan banyak yang ia tanyakan pada ku, namun aku hanya terdiam, dan tak ada satu pun ucapannya yang ingin aku dengar apalagi untuk aku jawab, tak ada niat satu pun!

_Sesampainya di taman

" Kamu sebenarnya siapa sih ? " ( tanya ku padanya membuka percakapan )
" haaaa.... haaaahha... haahhaa... ! " ( lelaki itu hanya tertawa girang )
Semua orang memperhatikan kami, aku tak percaya pada diri ku sendiri, pertanyaan ku yang sederhana mampu membuatnya tertawa hingga seluruh orang di taman memperhatikan ku, aku tak percaya lelaki yang jarang berbicara ini, lelaki yang sombong ini, lelaki yang jutek ini bisa tertawa sekencang bunyi kentut ku saat kekenyangan hanya karena pertanyaan ku.
Aku hanya memandanginya dengan rasa heran, entah apa yang ia pikirkan.
Aku masih memandanginya dalam diam, dan dia masih tertawa, dan sesaat sunyi tak ada satu suara pun, namun aku masih memandanginya denga heran, dia pun tersadar dan memperhatikan sekelilingnya, kemudian menarik tangan ku.
" Ewh... mau kemana? sepedanya " ( tanya ku heran padanya )
Sambil menarik tangan ku, ia membawa ku pergi meninggalkan sepedaku...

Sesaat kemudian, kami tiba disebuah tempat yang membuat aku tercengang...
" Waaooooowww.... " 
Dia hanya tersenyum memandangiku, dan kembali aku tak pernah mengerti dengan apa yang di pikirkan oleh laki-laki ini, dia selalu berhasil membuat pikiran ku bercabang, dengan seribu tanya yang tak ada jawabnya, dan entah sampai kapan semua ini terjadi.
Di depanku terlihat sebuah danau, dengan perahu menemaninya, sebuah kedamaian yang telah lama tak ku rasa, dia mulai memainkan hipnotisnya, ia kembali menarik tangan ku, dan menuntun ku menaiki perahu itu...

" Nggak awh... takut... " ( jelas ku )
" Dira yang selalu telat bangun pagi, ke kampus selalu terjebak lampu merah, Dira yang selalu dimarah Dokter Doni, naik perahu takut? " ( dia mencoba menyudutkan ku )
Mendengar ucapannya tersebut, sejujurnya aku malu, namun ada rasa bahagia juga, kesimpulannya lelaki ini begitu memperhatikan ku setiap harinya.
Dengan rasa sedikit ragu, aku mulai melangkahkan kaki ku untuk menaiki perahu itu, sambil menuntun ku perlahan, dia memastikan bahwa keadaan ku baik-baik saja.
Dan akhirnya kami berada diatas perahu kecil itu, lelaki lampu merah itu berada tepat di belakang ku, dengan malu-malu aku mencoba menoleh ke arahnya dan kembali menatap ke depan.
" Kamu nggak perlu takut, selama kamu bisa ngatur keseimbangan, kita bakal aman diatas perahu ini ! " ( lelaki itu mencoba meyakinkan ku )
" Ya ! " ( jawab ku dengan lemas, namun dengan rasa senang pula )

Lelaki ini berhasil membuat aku merasakan satu hal yang tak mampu ku jelaskan, bahkan tak mampu ku liat dengan mata telanjang, dia berhasil membuat aku diam-diam mengaguminya dalam beribu tanya yang ku punya, dia berhasil mengalihkan dunia ku dari keseharian ku di dalam kamar yang hanya mengenal kartun spongebob squarepants, dia berhasil membuka jendela yang tak pernah terbuka sebelumnya, namun sesaat lamunan ku tersadar....
Tiba-tiba perahu itu oleng tak bisa di kendalikan....
" jjlleeeppp.... ! "
Entahlah, tak ada yang bisa ku rasa, masih dalam lamunan ku atau nyata, aku tak tahu saat ini aku berada di surga atau neraka, berada di kampus atau di rumah, air itu berhasil membersihkan wajahnya, pandangan ku tak seperti biasa, tanpa kaca mata yang biasa menemani ku aku mampu melihatnya dengan jelas dalam air, bahkan sangat jelas, dia pun menarik ku keluar dari air, namun aku masih terdiam, dengan rasa tak percaya ku.
" Di, dira... ! " ( lelaki itu panik )
Sesaat aku pingsan...

***************************************************************
" Di.... ? " ( sapanya )
Perlahan aku membuka mata, meski samar-samar, aku sadar dengan yang terjadi tadi, bahwa kami harus tenggelam dalam air, dan aku tak ingat apa-apa lagi. Yang ku tahu saat ini aku berada di sebuah rumah pohon, kecil, sederhana, sedikit membuat ku merasa hangat.
" Kamu sengajakan, pengen nyelakain aku ? " ( tanya ku padanya )
" Ini tuh nggak seperti yang kamu bayangkan Di, aku.... aku.... ! " ( jelasnya pada ku )
" apa... aku apa...? kamu sengaja buat perahu itu oleng, sampai aku kelelep, dan kamu ngambil kesempatan buat ngasih aku nafas buatan, iya kan....??? bulsit... ! " ( jelas ku )
Namun dia hanya tersenyum mendengar ucapan ku.
" Aku mau pulang ! " ( seru ku )
" Di... ! " 
" Di.... Dira... ! " ( dia memanggil ku )
" Okay, aku bakal jelasin semua ini sama kamu, tapi nggak pakai ngambek ! " ( jelasnya pada ku )
" Ewh...... denger yo cowok lampu merah, aku nggak peduli dengan semua ini, aku nggak peduli dengan semua sandiwara yang kamu buat, aku ngak peduli soal danau atau pun perahu itu, nggak sama sekali, aku mau pulang, SEKARANG ! " ( tambah ku )
Aku pun merampas kaca mata ku yang ia pegang sedari aku sadar, aku tahu ucapan ku melukai hatinya namun bulsit dengan semua ini, aku tak peduli apa-apa, badan ku serasa membeku.
Dia pun mencoba membangunkan, membantu ku berdiri dan menuntun ku perlahan turun dari tangga rumah pohon itu.

Selasa, 14 Januari 2014

Cinta dan Benci dalam Sepotong Roti #2

Dear diary....

buat teman-teman yang belum baca #1 bisa klik disini http://alanoe2.blogspot.com/2013/11/cinta-dan-benci-dalam-sepotong-roti-1.html 

Beberapa saat setelah aku pingsan, aku pun tersadar bahwa aku berada disebuah ruangan....
" Ewh, kamu siapa?" ( tanya ku pada laki-laki itu )
" Dasar cewek " ( ketusnya )
" apa kamu bilang ? ( tanyaku padanya, sambil mengepalkan tangan ku )
Dia pun mendekat, semakin dekat, hingga aku mampu mencium aroma tubuhnya, tiba-tiba hening, mata kami saling memandang, owh Tuhan mengapa waktu berhenti dengan seketika, owh no... tak mungkin!
" waktu ayyooo berjalan... ! " ( gerutuku dalam hati )
dia pun memperbaiki kaca mata ku, 
" Kayanya kaca mata mu perlu diganti dech " 
" Kenapa ? " ( tanya ku sinis )
" Mau tahu kenapa ? " ( dia balik bertanya )
Sambil berusaha kuat, aku pun mencoba untuk melangkah dari tempat tidur, dan dia hanya menatap ku sinis.
" Dasar cowok aneh ! " ( gerutu ku )
Saat aku berusaha bangkit dari tempat tidur dia kembali mendekat, dan entah mengapa membuat jantung ku serasa ingin copot, jangan bilang jika aku...???
" Owh Tidak mungkin ! " ( kata ku dalam hati )
" Tik... Tok... Tik... Tok... " ( lelaki itu mengetuk kepala ku )
Belum sempat membalasnya dia malah bergegas pergi...
Aku hanya mampu bergerutu dalam hati,

Dan sekarang aku hanya sendiri diruangan ini, tak ada seorang pun yang menemani ku, namun sesaat aku tersenyum saat melihat sepotong roti telah siap diatas meja.
" Waoow... pengertian ! " aku pun berjalan setengah sempoyongan untuk mengambil roti itu, saat tangan ku hampir menggapai roti itu tiba-tiba...
" Eits... maaf ada yang ketinggalan " ( lelaki itu datang lagi dan mengambil roti tersebut )
Dia pun berbalik badan dan berjalan perlahan, aku hanya bisa terdiam dengan kondisi ku yang selemas ini.
Saat aku menunduk kelaparan, dia menghampiriku kembali, dan menyuapi ku dengan sepotong roti itu, entah hipnotis apa yang sedang dimainkan olehnya, dengan sadar aku mengangkat mulutku hingga roti itu tertelan oleh ku, seketika ia pun pergi.
Misterius memang.

_Keesokan harinya...

Pagi ini aku tak ingin terlambat lagi, hari ini aku lebih siap dari sebelumnya, entah dari mana datangnya kekuatan ini, pagi ini sangat berbeda...
" mmmmuuuaacchhhh ! pagi bunda ( sapa ku pada bunda sambil mencium pipi kanannya )
Bunda melihatku dengan sinis, sepertinya bunda menyadari perubahan yang terjadi pada ku.
" Iwh anak Bunda kecut ! "
" Biar kecut yang penting bukan pengecut ! " ( balas ku )
aku pun bergegas berangkat dan mengambil sepotong roti yang telah diberi selai durian.

Seperti biasanya, vespa kuning siap menemaniku, aku pun memperhatikan jam tangan ku, jam menunjukkan pukul 06.35 WIB, dan itu artinya aku dapat berjalan santai menuju kampus, memang pagi ini bukan mata pelajaran dokter doni, tapi entahlah aku hanya ingin berbeda saja.
" La... la... la.... la.... " ( sambil bernyanyi aku menyambut pagi )
yach seperti biasa, lampu merah memberhentikan vespa ku.
" huuufff, bisa nggak sih sekali aja nggak pakai merah ! " ( gerutu ku ), aku pun mulai memandang kanan kiri ku, memperhatikan depan belakang, entahlah apa yang sebenarnya ku cari, sesaat kemudian aku hanya bisa cemberut.
" Pip... pip... pip... " ( orang-orang mulai membunyikan klakson motornya, dan aku hanya melamun )
aku pun tersadar, dan berlalu dengan rasa malu ( entahlah apakah sebenarnya aku masih punya rasa malu )

" Pagi Mas ! " ( sapa ku pada pak satpam )
" Tumben mbak ? " ( tanyanya kembali pada ku )
Pertanyaan itu menghentikan vespa ku, " apanya yang tumben mas ? " ( tanya ku heran )
" Tumben sepatunya nggak beda sebelah ! hahhahhahahah... " ( sahut satpam kampus, sambil tertawa girang )
" Pip... pip... pip... " ( terdengar suara klakson motor dari belakang ku ) ternyata vespa ku menghalangi jalan. Aku pun membalikkan badan, dan memperhatikan lelaki itu. Sambil memperbaiki kaca mata ku " seperti kenal dhe " bisik ku.
" Pip... pip... pip... " ( klaksonnya kembali berbunyi )
" tok... tok... tok... " ( lelaki itu memukul helm ku )
Aku pun memanas dengan seketika, segera menghampirinya setelah aku memastikan tempat yang aman untuk vespa kuningku.
" Ewh... jadi cowok bisa nggak sih kalem dikit? " ( tanya ku jengkel padanya )
Dia hanya berlalu mendengar pertanyaan ku.
" Awh... whhh... "

" Mbak are you okay? " ( tanya seorang satpam pada ku )
" Yes, i'm very-very okay... " ( kesal ku )
Aku pun ikut berlalu bersama lelaki aneh itu.

Aku melangkahkan kaki menuju kelas, seperti biasa sambil memperbaiki kaca mataku, anak-anak kampus memperhatikan ku dengan tatapan yang aneh, namun aku tak peduli itu, yach begitulah kalau orang cantik selalu duperhatikan, positif thinking!
Namun tidak seperti yang aku bayangkan...
Seorang wanita datang dengan mata memerah, asap yang lebat keluar dari kedua telinganya, berjalan seperti macan, owh... no rasanya seperti aku ingin dimakan....

" Ewh.... kamu siapa sih hah... ? " ( tanyanya pada ku )
sambil melihat sekeliling ku, semua orang memperhatikan kami dan aku menjawab " aku dira " ( dengan gaya santai ku )
" Ada hubungan apa kamu dengan pacar ku hah...??? bla... bla... bla... ngik... ngik... ngok... ngik.. ngok... " ( dia semakin memanas dengan pertanyaannya yang tak jelas !
aku hanya menggaruk kepala ku, dan tiba-tiba entah apa yang membuat wanita ini melambungkan tangannya diudara dan seketika?
Aku hanya menunduk meram Sambil memperbaiki kaca mata ku, aku masih terheran-heran...
" Anda nggak berhak nampar Dira ! " ( jelas Abib sambil menangkas tangan wanita itu )
" Owh ini bodyguard kamu? " ( tanya wanita itu pada ku )
" Bukan, aku pacar Dira ! " ( jawab Abib )
jleppp... entah dari mana datangnya Abib hingga dia bisa berkata seperti itu, dan seorang lelaki diujung sana lemas saat mendengar jawaban Abib
" Dan Dira nggak mungkin ganggu pacar Anda, sebab Dira sudah punya pacar ! " ( Tambah Abib )
" Bagus dhe ! " ( jelas wanita itu )

Aku tak mengerti apa yang terjadi hari ini, aku bisu seribu bahasa, mulai dari kedatangan ku dikampus, wanita itu menghampiriku tanpa alasan yang pasti hingga pernyataan Abib yang mengatakan bahwa kita pacaran, aku hanya terdiam dibalik kaca mata ku. Dan aku melihat di ujung jalan lelaki lampu merah itu memperhatikan ku, dengan matanya yang sayu, seperti sesuatu terjadi padanya.

Abib memegang tangan kiriku, dan kami pun berlalu dari hadapan wanita itu.
Abib membukakan pintu untuk ku...

_Setibanya di kelas...
" Ciee... ciiee... ciiee ... " ( sambut anak kelas )
Bella pun datang menghampiri ku, dan menarik ku keluar dari kelas, dan Abib melepas gandengan tangan ku.
" Kamu bisa jelasin semua ini Di ? " ( tanya Bella pada ku )
" Kamu benar jadian dengan Abib ? sih Abib bim salabib itu ? ( tambahnya )
" Dira jawab ! " ( aku masih dalam lamunan ku )

Aku pun meninggalkan Bella bersama pertanyaannya yang tak kunjung ku jawab, pertanyaan dalam batin kecil ku pun belum mampu ku jelaskan, apalagi untuk menjawab pertanyaan Bella.
Aku melangkahkan kaki ku menuju kantin, pagi ini membuat aku lapar tiga kali dari biasanya.
" Bu Mie ayamnya satu, es jeruknya satu yo bu ! "
" Owh ya Bu, Roti Rizo ada nggak bu ? " ( tanya ku pada pelayan kantin )
" Roti Rizo ? " ( wanita itu terheran mendengar nama roti itu )
" Iya, roti Rizo Bu, ada ? Roti yang ada di ruang UKS itu lho Bu ! ada nggak bu ? "
" Ruang UKS ? " ( Tanyanya semakin heran )

" Bu roti selai duriannya satu yo bu ! " ( terdengar suara lembut dari ujung kantin )
Seketika aku pun membalikkan badan, dan menghampiri lelaki itu...
Sesaat ketika aku berada disampingnya, ia memperhatikan ku dengan tatapan sinis, dia menperhatikan ku dari ujung kaki hingga ujung kepala ku.
" Kapan sih kaca mata mu bisa bener ? " ( tanyanya sambil memperbaiki kaca mata ku )
" Makasih yo bu ! " ( saat Pelayan kantin memberikan pesanan yang ia minta )
Dia pun membalikkan badan dan melangkah meninggalkan ku...
" Ewh... cowok lampu merah bisa nggak sih saat orang lagi ngomong itu nggak pakai ditinggalin ? " ( teriak ku ) hingga membuat satu kantin memperhatikan ku.
Dia menoleh kearah ku, dan sesaat melanjutkan langkahnya.

Aku pun kembali ke mejaku, sambil memperhatikan jam tangan ku, saat itu tepat pukul 07.30 WIB, kejadian tadi pagi membuat aku malas untuk masuk kelas, entahlah apa yang terjadi di kelas itu...
Pesanan ku pun datang tanpa perlu menunggu lama, saat Pelayan kantin meletakkan Mie ayam pesanan ku aku pun bertanya padanya.
" Bu, cah lanang iku sopo toh bu ? "
" Cah lanang neng ndi toh mbak ? " ( tanyanya kembali pada ku )
" Yo, yang tadi ngomong sama aku bu ? "
" Yo mahasiswa sini toh mbak ! " ( jawabnya )
" maksudnya, dia itu sopo bu ? " ( tanya ku kembali )
" Mbak rita, meja 11 ! " ( Terdengar suara memanggilnya )
" Iyo, mbakyu ! permisi yo mbak ! "( dengan sopan dia meninggalkan ku )

Satu pertanyaan belum terselesaikan, pertanyaan lain telah muncul ke permukaan, hari ini ternyata lebih buruk dari kemarin, entah dimana letak kesalahan ini, jika ini menjadi soal ulangan semester, mungkin aku akan berhari-hari berada diruang kelas untuk menjawab semua pertanyaan aneh hari ini.
Dan tanpa memikirkan pertanyaan-pertanyaan itu, dengan segera aku menyantap mie ayam yang telah aku pesan, tanpa ingin membuatnya menjadi dingin, dengan lahap aku melupakan kejadian hari ini.