SpongeBob SquarePants

Sabtu, 21 November 2015

Embun dan Pagi

" Kring.... kring....  kring.... " suara ponsel ku berdering.
Ku rasa itu bukan waktu yang pas seseorang menelfon ku.
Tangan ku mulai meraba-raba untuk mencari ponsel, dengan mata setengah terbuka ku perhatikan itu pukul 01.20 WIB.
"Ya halo" dengan suara berat tanpa memperhatikan nama di ponsel, aku mengangkat telfon.
"Di"
"Emhhh"
"Sudah tidurkah?"
Sejenak aku berfikir dan tersadar
"Abi?"
Dan aku tertidur pulas.
Keesokan paginya aku bangun dan bergegas ke kampus. Ku rasa ini bukan hari yang baik.
"Di sarapan dulu" sapa bunda
"Muuaacchhhh, ntar di kampus aja bun"
"Semalam ab...."
"Byeee bun"
"Emhhh dasar, Dira" gerutu bunda
Seperti biasa jalan kaliurang menjadi teman setia ku pagi itu. Masih dengan vespa kuning ku, dan kaca mata ku yang sedikit berembun, karena memang pagi itu terasa dingin.
Lamunan ku membuyar saat seseorang lewat di hadapan ku.
"Mbak kalau naik motor tuh yang bener dong" teriak seseorang yang tak ku kenal.
Aku hanya manyun tak peduli.
Hal yang paling membosankan bagi ku. Ke kampus.
Sudah dua tahun lamanya aku berada di kota pelajar ini, sudah dua tahun ini pula aku mengambang, entah berjalan tanpa tujuan. Sampai saat ini aku belum menemui dunia ku di sini. Ku rasa karena aku tanpa Abi. Abi?
"Abi?" Aku pun memikirkannya
"Di....." aku tersentak kaget
"Dira..... kalau naik motor jangan ngelamun, nabrak baru tahu rasa" gerutu syifa
Dan aku hanya diam tanpa ekspresi. Aku pun segera menempatkan vespa ku di bawah pohon tempat biasa aku parkir. Tempat itu selalu menjadi tempat parkir vespa ku, seolah-olah mereka mengerti bahwa tempat ini milik ku, seperti hati ku yang tak bisa pindah dari Abi.
"Di, are you okay?"
"Ku rasa tidak."
"Why? Abi lagi?"
"Abi? Kenapa dengan Abi"
"Ya elllaaahhh di, semua orang, semua hewan dan tumbuhan di dunia ini juga tahu, kalau hanya Abi yang bisa narik garis bibir kamu ini" ejek Syifa sambil memegang pipi ku.
Ku rasa syifa benar.
Kita pun berjalan menuju kelas, entahlah apakah hari ini aku siap untuk menerima pelajaran di kelas. Ku harap hari ini cepat berlalu, aku pulang cepat ke rumah dan tidur. Seperti biasa aku duduk di baris ke tiga, tidak terlalu depan dan tidak terlalu belakang. Ku masukkan tangan ke dalam tas, meraba-raba isi tas ku dan mencari ponsel ku.
"Kok handphone ku nggak ada ya fa?"
"Ketinggalan kali, soalnya dari tadi kamu nggak megang Handphone sih" saut syifa
"Masa iya? Seingat ku sih udah aku masukin tas"
"Iya sih udah kamu masukin tas, tapi tas kresek. Hahahahahaha"
"Nggak lucu fa"
"Selamat pagi saudara-saudara" sapa seorang dosen menghentikan tawa syifa.
"Di, di, di itu di"
"Apa? Handphone ku? Kamu liat handphone ku?"
"Iyaaa, iyaaa di"
"Dimana?"
"Pak di mau minta nomor handphonenya pak"
"Haaaahhh" aku hanya heran dan seperti orang yang sedang di sambar petir.
"Hahahahahaa" tawa anak sekelas memecah keheningan saat itu.
Kuliah pun selesai. Akhirnya. Tapi masih dengan rasa malu aku keluar kelas.

Hari ini semakin buruk bagi ku, semua karena ulah syifa yang memalukan. Iya sangat memalukan. 
"Eh mau kemana Di?" Teriak Syifa
"Mau minta nomor handphoene pak Adit" Saut ku
"Hahhhh, Dira beneran suka sama pak Adit?"
Aku pun berlalu dari hadapan Syifa. Terik matahari semakin menyengat, sedangkan hati ku mendung, gelap seperti akan terjadi badai. Aku bergegas pulang, meski ku tahu masih ada kuliah, tapi hari ini benar-benar membuat ku enggan masuk kelas. Vespa ku mundurkan, mengeluarkannya dari barisan parkiran, susah memang untuk mengeluarkan vespa ku, karena motor yang disamping begitu dekat dengan vespa ku. Aku memaksa vespa ku untuk mundur.
"Bruuugggg"
"Auuoochhh, sial" Gerutu ku
Aku terjatuh, dan vespa menindih badan ku. Seperti sudah jatuh tertimpa tangga pula.
Kaca mata ku ikut terjatuh, entah kemana. Aku tak bisa melihat sekeliling ku. Sial memang. Dengan tatapan yang samar aku melihat seseorang tepat di depan mata ku, aku menedip-ngedipkan mata ku, namun pandangan ku tetap saja tak jelas, dimana kaca mata itu?
Dia mengangkat vespa ku, dan membantu ku berdiri, tapi pandangan ku masih kabur.Kembali mata ku kedipkan. 
"Ini kaca mata mu?" tanyanya pada ku sambil memberikan kaca mata itu pada ku.
tanpa menjawab pertanyaannya, aku mengambil kaca mata itu dan memakainya, namun orang itu dengan segera berlalu. Saat pandangan ku mulai jelas, aku memandangnya, namun hanya bahunya yang terlihat oleh ku, karena ia mulai berjalan jauh, dan kemudian hilang dari pandangan ku. Segera aku membersihkan bajuku yang kotor karena terjatuh di tanah, mengebas-ngebaskan baju ku, memperbaiki kaca mata ku, dan aku mulai melaju dengan vespa ku.

Selasa, 17 November 2015

Masa lalu

Masih dengan rindu yang sama. Bahkan bertambah dan tak usai.
Ingin rasanya memejamkan mata, tapi tak bisa.
Aku menyebut mu dengan masa lalu. Masa lalu yang kadang membuat ku cemas. Cemas jika kembali.

Jangan datang. Ku mohon. Bukan kamu yang ku mau.
Berhentilah. Jangan datang.
Jangan sampai kita bertengkar. Ku mohon. Pergi saja.
Kasihanilah aku. Aku tak pernah merebut kebahagiaan mu, maka jangan lakukan itu pada ku.
Aku akan berlajar bersahabat dengan mu.
Iya, belajar bersahabat dengan masa lalu.

Kamis, 12 November 2015

Rindu

Aku menyebutnya dengan rindu. Iya dia yang selalu ada, dia yang selalu menanti namun kini berhenti. Aku menyebutnya dengan rindu. Hai rindu. Masihkah kau ingat dengan ku? Aaahhh sudahlah, mana mungkin dia mengingat ku.

Waktu terus berlalu, sedang aku masih tetep duduk manis di kursi panjang ini menantinya. Entah akankah dia datang dan mengingat ku. Sudah berapa banyak waktu yang ku buang untuk mengingat mu. Sudah berapa banyak tenaga yang ku habiskan untuk meratapi mu. Ku rasa sudah tak terhitung semuanya.

Kadang hati dan otak ku tidak sejalan. Hati selalu ingin menunggu mu, sedang otak ku dengan lantang berkata berhenti saja seperti yang kamu lakukan. Huuffttt.

Aku tak pernah menyangka akan berada di titik ini. Titik yang selalu enggan aku tempati. Namun kenyataannya memang aku kalah, dan waktu membuktikan bahwa memang aku ada di titik ini. Apa yang harus aku lakukan? Apa?

Mengiriminya surat? Sedang aku tak tahu alamatnya
Mengiriminya sms? Sedang aku tak punya kontaknya
Mengiriminya do'a? Ku rasa itu jauh lebih baik dan memang harus aku lakukan.

Rindu, aku percaya satu hal. Tuhan akan mempertemukan kita lagi, meski dengan cerita yang berbeda. Aku percaya Tuhan akan mengabulkan do'a ku, entah do'a yang keberapa yang akan di kabulkan oleh-Nya, yang perlu aku lakukan hanya memperbanyaknya.

Rindu baik-baik ya, aku rindu

Kamis, 13 Agustus 2015

4 Tahun Yang Lalu

Mengembalikan memori pada 4 tahun yang lalu
Aku melihat sepasang saudara sedang bermain di lapangan depan rumah
Aku selalu tersenyum jika melihat mereka
Kalian tahu?
Ku rasa Laki-laki itu sangat menyayangi adik perempuannya
Betapa tidak? Ia selalu menjaga adiknya agar tidak terjatuh dari sepedanya
Dan entah apa yang terjadi, pada suatu hari aku melihat sih anak perempuan itu membenci kakaknya
Tapi si kakak selalu meminta maaf padanya
Memelas penuh harap
Hingga ia meneteskan air mata

Dan kini 4 tahun dari hari itu telah berlalu
Mereka telah beranjak remaja
Tapi Tak bosan-bosannya aku melihat mereka
Kemarin pagi tak sengaja aku mendengar isak tangis seseorang
Ku hampiri suara itu, dan ku bertanya pada si gadis
Apa kau baik-baik saja?
"Kakak ku membenciku, seperti 4 tahun lalu yang pernah ku lakukan padanya" Jawab Si gadis itu
Aku terdiam dan memeluknya
"4 Tahun yang lalu aku pernah membenci seseorang yang menyayangiku, sama seperti mu wahai anak gadis dan kini ia yang membenciku"
Cukup adil bukan?
Tapi pantaskah api dibayar dengan api?
Itulah yang selalu ku pertanyakan hingga hari dimana aku menulis tulisan ini.

Senin, 01 Juni 2015

Sudahlah

"Sudahlah aku lelah, ingin tidur"
Kalimat itu yang mengakhiri percakapan kita malam itu. Kamu lelah? Iya? Aku juga, tapi aku tak berani mengatakan itu. Aku takut kamu semakin lelah. Aku bisa apa? Hanya diam.

Aku hanya rindu.
Rindu kamu yang dulu.
Rindu kita yang dulu.
Aku adalah orang yang pernah kau perhatikan sebelum benar-benar kau abaikan. Heey kamu aku juga ingin tidur, tapi mengapa aku selalu menunnggu mu dan ingin bercakap sebentar. Kita sudah cukup berjarak, jangan buat jarak lagi diantara kita.

Dan kamu pun tertidur dengan lelapnya. Iya mungkin kau benar-benar lelah. Aku hanya merasa sepi. Butuh teman,  dan itu kamu. Sudahlah. percuma. Dan aku pun memaksa mata ku untuk terlelap.

Sabtu, 21 Maret 2015

Gempita 20

Pagi itu aku terbangun dengan mata setengah meram. Masih dengan bayangan yang sama. Berusaha menyegarkan mata. mengambil hp dan menatap layar. Begitu banyak sms yang masuk. Tak seperti biasa. jari-jemari melangkah membuka satu per satu sms yang masuk. aku tersenyum kecil. Dan sesaat tersadar, ternyata masih banyak orang-orang yang menyayangi ku. iya kamu la, hanya kamu saja yang terkadang lupa pada mereka. " Maaf "

22 Maret 1995. Dulu aku hanya anak kecil yang bisanya lari dan jatuh lalu berusaha berdiri dan lanjut berlari, jatuh lagi, berusaha bangun, dan lari lagi. begitu seterusnya. Dulu aku hanya bisa merengek, menjerit, dan beteriak bebas sesuka yang aku mau, saat apa yang aku inginkan tak terpenuhi. Dulu aku tak perlu memikirkan apa yang akan aku lakukan besok. Dan dulu aku tak perlu memikirkan siapa yang harus ku bahagiakan.

Tapi itu dulu. yah dulu saat aku masih anak kecil yang bisanya nyusahin orang tua, kakak dan keluarga. dan hari ini 22 Maret 2015 aku adalah ala yang siap membahagiakan orangtua, kakak, adik, keluarga dan orang-orang di sekelilingku. " Selamat tanggal 22 yang ke 20 ala "

Menginjak kepala 2. Aku sendiri tak menyangka bisa sejauh itu. Banyak do'a-do'a kecil yang mereka panjatkan, dan kabulkanlah Tuhan, dan biarkan do-a-do'a itu kembali pada mereka.

Aku hanya melamun disudut kamar, hingga waktu memakan ku sia-sia. Mengenang usia akhir remaja. Apakah mungkin aku masih bisa merengek seperti dulu? Apakah mungkin aku masih bisa berteriak sesuka hati ku seperti dulu? apakah mungkin aku bisa sebebas dulu?
Dewasa itu bukan saja masalah usia, tapi pola pikir. Dewasa itu tidak terbatas. Dewasa itu tidak memaksa. Maka bahagialah dengan usia 20 mu.

Hampir 2 tahun yang lalu seragam putih abu-abu ku tinggalkan. Masa yang pernah ada pada seragam itu masih jelas terlihat di memori ku. Masa yang dulu ingin ku tinggalkan, namun saat aku benar-benar dipisahkan dengan masa itu, aku justru ingin kembali ke masa itu. Dulu setiap paginya aku menyusuri jalan setapak dekat rumah, kini setiap pagi jalan kaliurang yang selalu menjadi teman setia untuk dilewati. Dulu hanya butuh waktu beberapa menit dengan berjalan kaki untuk sampai sekolah, kini butuh beberapa menit dengan mengendarai sepeda motor untuk sampai di kampus biru. Dulu sesampai di sekolah, seseorang selalu menunggu di pagar sekolah, menyapa sebelum masuk kelas, dan bergandengan seperti anak SD, namun kini satpam kampus yang rajin menyapa.

Dulu aku tahu tertawa besar itu seperti apa, bahkan sering, tapi kini sulit melepas tawa seperti dulu. Waktu telah berubah, keadaan tak sama lagi, ruang dan waktu semakin berjarak. Bagaimana mungkin aku kuat dengan perubahan yang secepat itu?
tapi tak mungkin juga meminta waktu untuk menyesuaikan dengan ku, justru aku yang harus dan mampu menyesuaikan diri dengan waktu. Jangan minta keadaan yang mmengerti kamu, tapi kamulah yang harus mengerti keadaan. itulah Dewasa.

Selamat tanggal 22 yang ke 20
Selamat hari baru, usia baru, pemikiran baru, semangat baru, untuk tujuan yang lama.
Terimakasih buat orangtua, kakak, adik, keluarga dan teman-teman yang selalu mendukung sejauh ini. terimakasih untuk setiap masa yang pernah ada, terima kasih untuk masa putih abu-abu yang akan mengantar ku ke pintu masa depan ku, terima kasih masa putih abu-abu yang telah mengajari ku " care " pada orang lain, terimakasih Tuhan setiap hembusan nafas yang masih kau percayai untuk ku miliki hingga detik ini saat aku menulis cerita ini, Terimakasih untuk setiap ujian yang ada, terimakasih untuk setiap kegagalan yang pernah ada, dan maaf jika aku termasuk orang yang kurang pandai bersyukur.

Setiap orang punya cara tersendiri untuk bahagia. Bahagia itu pilihan. Bahagia itu pasti. Bahagia itu sederhana. Sesederhananya pelangi yang hadir saat hujan turun. Bahagia itu tidak menyakitkan dan tidak memberatkan, bahagia itu bukan seberapa sering kamu tertawa atau seberapa sering kamu menangis, bahagia itu tahu kapan dia harus tertawa dan kapan dia harus menangis.Bahagiakanlah diri mu sendiri sebelum kamu membahagiakan orang lain, bagaimana mungkin kamu bisa membahagiakan orang lain sedang diri mu tidak bahagia.
Welcome to new day

Sabtu, 03 Januari 2015

Seharusnya Tidak Sedalam Ini

Selamat malam. Maaf sebelumnya jika saya sempat pesimis dalam menulis, karena saya pikir tulisan ini akan terus menjadi tulisan yang tidak akan pernah kamu baca. Maaf jika saya melukai mu. Saya mencintai mu atas nama Tuhan. Syukur yang tak habis-habisnya saya panjatkan atas kenikmatan dapat mencintai dan dicintai. Apa kabar kamu? Maafkan saya yang selalu bermain dengan huruf-huruf hingga membuat mu bingung.

Saya rindu kamu. Sangat.
percayalah saya jauh lebih baik saat ini. Karena kamu.
Saya pernah merasa tersiksa akan rasa ini. Yah rasa yang kamu perkenalkan pada saya saat duduk di bangku SMA. Rasa itu awalnya manis. Sangat manis. Hingga pada sebuah pertengahan perkenalan kita semua satu per satu berubah. Entah karena jarak, waktu atau orang lain. Tapi saya percaya perasaan mu masih sama.

Saya tak pernah habis pikir dengan jalan pikiran mu. Dulu kamu begitu meminta saya untuk memperhatikan mu selayaknya kekasih. Setelah saya memenuhi mau mu, kamu mengabaikan saya. Saya memberi lebih dari yang kamu minta. Saya yang cuek hingga berubah seperti yang bisa kamu lihat kini.
Yah mungkin karena rasa saya yang terlalu. Terlalu mencintai mu.

Takut.
saya takut tak bisa memperhatikan mu. Saya takut tak bisa mendo'akan mu lagi. Sangat takut.
percayalah, rasa sakit yang kamu rasakan saat ini bukan karena saya, meski batin mu menyalahi saya.
Coba kamu mengingat beberapa hari yang lalu. Apa yang saya minta pada mu? Dan kebohongan apa yang kamu buat pada saya? Kamu masih bilang sakit itu karena saya.

Coba masuklah menjelajah isi hati mu lebih dalam. Hati mu tidak pernah tidur. Saya lelah. Saya malu pada dunia. Menyimpan tangis saya dalam mimpi, sedang kamu pulas tertidur.

Saya kecewa. Saya tahu kamu membaca pesan saya. Tapi tidak kamu hiraukan, dan kamu balas. Saya takut itu pesan terakhir yang bisa saya tulis pada ku. Kamu tidak seantusias dulu saat mendengarkan saya bercerita. Entahlah.
kamu yang berubah atau rasa saya yang semakin dalam?

Kamu selalu menyalahkan orang yang memperhatikan mu lebih dari yang kamu tahu. Selalu.

Maaf saya ingin merubah rasa ini. Maaf.
memang seharusnya tidak sedalam ini.