SpongeBob SquarePants

Jumat, 17 Januari 2014

Cinta dan Benci dalam Sepotong Roti #4

Dear diary....

Seiring berjalannya waktu, hari ku lebih banyak ku lewati bersama lelaki lampu merah itu, hingga kini aku tak tahu nama pasti dari laki-laki itu, hingga kini aku pun tak tahu mengapa ayah dan bunda begitu menyayangi lelaki itu, ayah dan bunda sangat percaya padanya, hingga setiap kali aku hangout dengan teman-teman, lelaki itu seperti barang yang wajib aku bawa, hingga pada malam itu semua tanya menemukan jawabnya.

Malam itu tepat pada acara dance night dikampus, sebenarnya tak ada alasan kuat untuk aku melangkahkan kaki mengikuti acara itu, acara sederhana, yang tak mampu mengalahkan kebiasaan ku dikamar, acara sederhana yang tak mampu mengalahkan tontonanku spongebob squarepants, namun bunda memaksaku untuk berangkat, lagi dan lagi bunda memaksa. Entah aku sadar atau tidak bahwa bunda telah merencanakan semua ini, entah sandiwara apa yang tengah bunda perani.

Aku sebagai anak tunggal, hanya bisa diam dan mengikuti kemauan bunda, seandainya saja Tuhan masih mengizinkan aku memilki saudara, aku sangat ingin hal itu terjadi, terkadang aku lelah jadi badut bunda, namun kadang aku mengasihinya. Malam itu bunda mendandaniku selayaknya putri yang ingin bertemu sang pangeran, malam itu adalah malam yang tak biasa bagi ku, selama bunda mendandani ku, aku hanya terdiam membisu, tak banyak bicara, mengikuti semua ucapan bunda, aku hanya menutup kelopak mata tanpa melihat hasil dandanan bunda, yach apa pun hasilnya ku tahu itu yang terbaik buat bunda ( sok dramatis ceritanya )

" Sekarang Di berdiri, ayyooo... " ( seru bunda )
saat itu aku masih menutup mata ku, entah mengapa rasa berbeda itu muncul dari batin ku, ataukah ini hanya perasaan yang tak ada ujungnya?
" Okay, dalam hitungan ke tiga, Di boleh buka mata ! satu.... dua..... dan... ti.... ga.... ! "

Perlahan aku membuka mata, bunda telah memakaikan lensa pada mata ku sehingga kaca mata yang biasa menemani ku tak ku gunakan malam itu, meski sedikit samar ku coba untuk mengumpulkan titik-titik cahaya itu hingga menjadikannya satu pusat cahaya yang terang.
" Ayah.... ? " ( tanya ku heran )
" Ayah disini Di ! " ( jelas ayah pada ku )
terdengar suara ayah dari telinga kanan ku, aku pun menggerakkan badan perlahan dan menoleh kearahnya.
" Kok Ayah ada dua ? " ( tanya ku semakin heran )

Ayah dan bunda hanya tersenyum, entahlah semua ini semakin membuat ku bingung, pertanyaan itu semakin bercabang-cabang dalam benak ku.
Dia mulai mendekati ku, selayaknya aku tuan putri malam itu, sambil menunduk sopan ia mengulurkan tangannya...
" Mari tuan putri yang manis, bolehkah saya menemani tuan putri malam ini ? " ( tanyanya pada ku )

Owh... Tuhan... semua ini semakin samar tak jelas, begitu pula dengan perasaan ku, perasaan yang tak mampu ku jelaskan, perasaan yang tak mampu ku baca, dag dig dug rasanya, ini hanya tontonan biasa, namun mengapa waooooowww terasa.
Aku hanya terdiam, tak banyak kata yang ku ucap.
" Di.... ! " ( suara bunda menyadarkan ku )
" Iiiyaaa... bun ... " ( jawab ku, dengan setengah terperanjat kaget )
Bunda memberikan isyarat pada ku untuk merangkul tangan lelaki itu, apakah aku putri tidur yang selalu bunda dongengkan saat aku kecil dulu? ataukah aku cinderella yang kehilangan sepatu itu ? atau aku gadis korek api itu? Entahlah siapa pun aku yang pasti malam ini aku " Jatuh Cinta padanya " yach... sepertinya...
Jatuh cinta pada lelaki lampu merah itu, jatuh cinta pada lelaki roti Rizo itu, jatuh cinta padanya...
waoooowww rasanya....

Ayah begitu berani membiarkan aku dan lelaki ini berdua dalam mobil, tanpa siapa pun selain kami berdua, yach hanya berdua. Sepanjang perjalanan ke kampus, dia memandangi ku dengan tatapan yang dalam, namun aku tak berani menatap matanya, aku tak kuasa, tak sanggup rasanya, dia hanya tersenyum tanpa ada beban dipikirannya.
" Kamu kenapa sih ? " ( tanya ku membuka percakapan )
" Kenapa apanya? " ( tanyanya heran pada ku )
" Kapan sih kita bisa memandang pada satu arah yang sama ? " ( teriak ku )
" Huuuusss... nggak pakai ngambek kwalleee, iya aku paham maksud kamu, kenapa? salah kalau aku memperhatikan kamu? " ( jelasnya )
" ya.... yaaa... ya... sa... salahlah ! " ( jawab ku kaku )
Namun ia tak menghiraukan jawaban ku, ia terus menyetir mobil dengan fokus dan diam-diam mencuri pandangan ku, rasanya berada dalam satu mobil bersamanya itu seperti mimpi.

Aku tak tahu apa yang membuat aku begitu membencinya, namun aku juga lebih tak mengerti apa yang membuat aku jatuh hati pada laki-laki ini.

Aku ingin perjalan ini lebih panjang lagi, lebih dari sekedar menuju kampus, aku ingin lebih lama lagi bersamanya, aku ingin... saangat ingin... namun sayang aku terhenti dengan semua keinginan ku.
" Kita sudah sampai tuan putri ! " ( jelasnya )
Aku hanya mampu menghela nafas, dan ia menyadari yang aku lakukan.
" Kenapa? " ( tanyanya pada ku )
namun aku hanya menggelengkan kepala ku, wajahnya mendekati ku, owh no.... apa yang dilakukan laki-laki ini, seperti pertama kali ia mendekati wajahnya saat diruang UKS hingga aroma tubuhnya mampu tercium kuat oleh ku, ia semakin dekat dan....
" HAAAACCIIIIIIIMMM.... " ( dan dia bersin )
" Sial ! ( gerutu ku )
" haaa... haa... haaa.... " ( dia hanya tertawa girang )
Dan dia kembali mendekati wajahnya, namun aku tak peduli, aku hanya terdiam dibalik wajah kusut ku, sambil tersenyum ia berkata...
" Mana ada pangeran yang mau sama putri yang tukang ngambek, mana ada pangeran yang mau sama putri yang selalu menekuk wajahnya, so....???? " ( bisiknya pada ku )
Aku pun mengarahkan wajahku tepat dihadapannya, hingga hidung kami hampir saling menyentuh,
" Baik pangeran lampu merah ! " ( jelas ku )
" Perkenalkan tuan putri nama saya Duta Efendy, tuan putri cukup panggil saya " Duta " ! "
Dan dari sekian kali pertemuan ku dengannya, akhirnya ia pun menyebut namanya.
Yach... Duta...

Lelaki itu membukakan pintu untuk ku, sumpah rasanya aku adalah orang terspecial malam itu, aku bagaikan ratu yang memimpin kerajaan dengan jutaan rakyat yang memandang ku, perlahan aku pun menurunkan kaki ku, hingga akhirnya aku sadar kaki ku telah menapaki tanah, aku mencoba menghela nafas, memandang kearah depan meski sedikit ragu, ia membantu ku berjalan, dan lelaki itu menutup pintu mobil perlahan, ia mulai membantu ku berjalan, diam-diam aku mencuri pandangannya, entahlah aku tak mengerti dengan semua ini, jika ini salah lekas bangunkan aku Tuhan, tapi jika ini benar biarkan aku terus tertidur bersamanya.
Dia hanya tersenyum, dia mengerti bahwa diam-diam aku memandanginya, dan dia lagi-lagi hanya tersenyum.

Aku tak peduli berapa banyak mata yang memperhatikan kami malam itu, aku tak peduli berapa banyak ucapan yang membicarakan kami malam itu, yang ku tahu malam itu aku begitu percaya diri berjalan bersamanya, sesaat aku terhentak.
" Diiirraaa..... " ( suara itu mengagetkan ku )
Aku pun melepas gandengan tangannya saat aku tahu bahwa itu suara Bella, dengan suara kaki yang menakutkan Bella menghampiri ku.
" Ciiieeee.... Tuan Putri Dira Sastro Widyomoko.... ( Ejek Bella pada ku ), kok rangkulannya di lepas ? " ( tambahnya )
" Nggak lucu Bel " ( bisik ku )
" Kamu cantik Di ! " ( suara itu terdengar dari belakang Bella )
Aku pun tersipu malu dengan pujian itu, Sejak Abib membuat pernyataan bahwa kami pacaran, sejak itu aku tak pernah berbicara lagi dengannya, dia juga tak pernah mengoloki ku jika aku datang terlambat saat pelajaran dokter Doni, semua berubah sejak hari itu, namun malam ini lelaki yang menjadi musuh di kelas ku mampu memuji ku hingga membuat aku tersipu malu, namun aku hanya tersenyum.

" Masuk yuk ! " ( seru Bella )
" Ayyooo Bib... ! " ( seru Bella sambil merangkul tangan Abib )
Kami berempat pun jalan bersampingan, hingga pada akhirnya aku sadar bahwa Abib memperhatikan ku, entah apa yang tersimpan dalam benaknya, saat kami tiba di pintu masuk aku terperanjat kaget. Saat aku melihat sekeliling ku begitu banyak foto ku terpampang sepanjang jalan menuju karpet merah, satu persatu aku menjelajahi foto itu, hingga aku menemukan satu foto dimana saat kepala ku terbentur oleh bola basket, dan lelaki lampu merah itu menggendong ku, membawa ku ke ruang UKS, dia sadar dengan yang aku lakukan, dan seketika dia berbisik di telinga ku.
" Sudah jelaskan ? " ( tanyanya pada ku )
Namun aku hanya terdiam, mengapa sepanjang jalan ini foto ku begitu banyak terpampang, dan itu bersama lelaki ini, Bella dan Abib tepat berada di depan kami, diam-diam Abib menoleh kearah ku, namun aku tak mengerti dengan makna yang ia berikan, aku pun bertanya apakah Bella dengan Abib pacaran?

**************************************************************************
Saat semua anak mulai berdansa, aku hanya terdiam, diam membisu, diam membeku di balik keramaian malam itu, dan aku pun tersadar bahwa Duta tak bersama ku, aku mulai memperhatikan sekeliling ku, mulai panik, dan menerobos keramaian, namun tiba-tiba seseorang menarik legan ku, saat aku berhadapan dengannya, tiba-tiba aku merasakan sesuatu yang aneh, entahlah aku tak mengerti.
Mata kami saling memandang, ia tersenyum dibalik kaca matanya, tai lalat yang berada tepat dibawah matanya membuatnya semakin manis jika terus memandangnya, lesung pipi yang membuat semua wanita tergoda saat ia tersenyum.
" Di... dansa yuk... " ( ajak Abib pada ku )
Aku hanya tersenyum dan mengangguk.
" Are you okay ?  " ( tanya Abib pada ku )
" Yes ! "
" Malam ini kamu cantik banget Di ! " ( dia mencoba memuji ku )
Sesaat aku pun tersadar.
" Duta ! "
aku pun melepas tangan Abib dan membalikkan badan, memperhatikan sekeliling ku, aku meninggalkan Abib tanpa sepatah kata pun, aku mulai kebingungan, tak mengerti arah mana yang harus ku tuju, tiba-tiba seseorang dari belakang ku menutup mata ku dengan kedua tangannya, aku mengerti siapa dia, aku kenal dengan aroma ini, aku pun membalikkan badan dan ia melepas kedua tangannya yang menutupi mataku, kami pun saling berhadapan, saling memandang dan tersenyum malu, dan entah dari mana datangnya kekuatan itu tanpa pikir panjang aku langsung memeluknya, yach memeluk Duta lelaki lampu merah itu.
" Duta, aku sayang kamu, aku takut ! " ( ucap ku )
namun ia hanya diam seperti tiang.

Tiba-tiba sekeliling ku tak bersahabat, petasan mulai terdengar, balon-balon mulai meletus tak karuan, tiba-tiba sunyi, dalam kesunyian terdengar suara hentakan kaki diiringi tepuk tangan seseorang, aku pun menoleh ke sumber suara, saat aku sadar ternyata dia wanita yang waktu itu menghampiri ku dengan wajah merah yang disertai asap dari kedua telinganya.

Tiba-tiba lelaki lampu merah itu menjauh, menjauhi ku saat wanita itu mulai mendekati ku, dan kini semakin dekat. Dia menatap mata ku, sedalam yang dia mampu.
" Woooyyy.... ! " ( Teriak Abib ) namun saat itu Abib tak mampu membela ku seperti hari itu, Bella menahan tangan Abib, Bella mencoba menenangkan Abib.
Wanita itu seperti Ibu tiri dalam kisah cinderella, dengan senyuman yang menakutkan,
" Apa kabar Dira ? " ( tanyanya membuka percakapan ), namun aku hanya terdiam
" Duta, aku sayang kamu, Aku takut ! " ( wanita itu memperagakan ucapan ku sedetik yang lalu )
" Haa....haaa.... haaaa.... Dira.... dira, dasar anak polos, kapan sih kamu besar? " ( wanita itu mengejek ku )

namun aku hanya terdiam, aku memperhatikan Duta, dalam diam aku menyimpan kebencian itu kembali untuknya, namun dia hanya menunduk, aku memperhatikan sekelilingku, sambil menelan air ludah dan menghela nafas aku mencoba menenagkan diri ku.

" Mau kamu apa ? " ( tanya ku pada wanita itu sambil menahan tangis ku)

" Kamu tahu? berapa banyak kemewahan yang kamu miliki?
Kamu selalu disanjung sama semua orang, sekali pun kamu datang terlambat ke kampus.
Kamu selalu menjadi juara di hati semua orang TERKECUALI aku, kamu selalu dibicarakan, disana-disini, kamu selalu menjadi primadona dengan sifat manja mu itu, sedangkan aku?
Aku hanya kertas yang telah menjadi Abu,
Aku hanya tulisan yang tak pernah terbaca dengan jelas,
Aku benci jika melihat mu, aku benci dengan orang-orang yang selalu membicarakan mu, aku Reva Widyomoko, yang tak pernah kamu lihat, yang selalu kamu acuhkan.... " ( jelasnya )

" Maksud kamu apa sih? aku nggak ngerti ? " ( tanya ku heran )
" Ewh... wanita gila, awas yo kalau sampai kamu menyentuh Dira sedikit pun ! " ( Teriak Abib )
Tiba-tiba wanita itu menarik lelaki lampu merah itu.

" Kamu tahu ini siapa ? ( tanyanya pada ku ), JAWAB ! " ( bentaknya )
aku hanya terdiam, jujur aku tak tahan dengan semua ini, lelaki itu membuat aku malu di depan umum seperti ini, aku ingin lari dari sini, owhh Tuhan apa yang harus aku lakukan....????

" Duta Efendy Widyomoko " ( jelasnya )
" Tadi kamu bilang apa? sayang ? kamu sayang dengan sepupu sendiri ? iya? benar sayang ? " ( tambahnya )

" Sepupu ? " ( bisikku )
owh Tuhan apakah dia benar sepupu ku? iya ? sepupu ?
Aku semakin tak mengerti dengan ini semua, ingin rasanya aku menampar mulut wanita ini, ucapannya yang semakin tak jelas membuat aku muak dengan adegan ini.

" yach begitulah, orang kaya yang sombong, sampai saudara sendiri saja tak tahu, bahkan tak kenal, tahunya lelaki lampu merah, makanya jangan tidur mulu',,, sepupu sendiri itu harus tahu, hhaaa... haaa.... haaa... jatuh cinta dengan sepupu sendiri? " ( dia mencoba memanasi ku )

" satu hal yang harus kamu tahu, bahwa semua ini adalah permainan ku, mulai dari lampu merah itu, kepala mu terbentur dengan bola basket, bahkan sampai malam ini, semua itu adalah rekayasa ku, aku iri dengan semua yang kamu miliki, termasuk ayah dan bunda yang kamu miliki, kamu nggak pantas dapat semua itu, aku yang pantas bukan kamu, dulu saat eang kakung meninggal seharusnya dia memanggil nama ku bukan nama mu, saat ayah ku terperangkap jeruji besi, om Juan kemana? hah? ayah mu kemana? yang ada dia keluar negeri, berlibur, tidak memikirkan saudaranya. Kamu nggak akan pernah bahagia diatas penderitaan orang lain, kamu itu munafik ! MU... NAA... FIIIKKKK " ( jelasnya )

" bruuuugggg ... "
suara itu terdengar tepat dihadapan ku, tak sanggup lagi ku tahan, tangis ku memecah dan aku berlari meninggalkan keramaian yang sunyi itu, terakhir yang aku sadari Abib melemparkan gempalan tangannya tepat diwajah wanita itu, entah apa yang terjadi selanjutnya, aku tak peduli berapa banyak mata yang menatap ku, aku tak peduli, aku tak mengerti dengan semua ini, sangat tak mengerti.

Aku tak tahu harus berlari kemana, hujan ini membuat tangis ku semakin meledak diudara, aku tak paham Tuhan, sangat tak paham...

" Aaaaaaawwwwwhhhhhh..... ! " ( teriak ku )
tiba-tiba seseorang memelukku dari belakang, aku sadar bahwa kontak lens ku terlepas karena tangis ku, hingga aku tak tahu siapa yang memelukku, dia memelukku erat dan semakin erat, sepertinya ia paham dengan apa yang kurasa, sesaat kemudian aku membalikkan badan, dalam samar-samar aku mencoba meraba wajahnya, tahi lalat dibawah matanya cukup membuat aku mengenali siapa dia sebenarnya, dia memakaikan kaca matanya pada ku, dan sesaat kemudian aku memeluknya erat, aku tak ingin melepas pelukan itu, meski aku tahu Bella memperhatikan ku di ujung jalan, maafkan aku Bella...

Lelaki lampu merah itu berhasil memberikan roti manis pada ku, ia juga berhasil membuat roti itu menjadi pahit, bahkan sangat pahit, kini tak ada lagi cerita tentangnya, tak ada lagi danau, perahu dan rumah pohon, yang ada hanya Aku, yach aku seorang diri, dia berhasil menghancurkan ku di tengah keramaian malam itu, ia berhasil membuat aku menelan roti itu tanpa segelas air, ia mampu membuat aku menangis bersama hujan malam itu, selamat atas semuanya.
Cinta dan benci dalam sepotong roti ini akan aku simpan dalam benak ku, bahwa malam ini kamu berhasil membuat aku terbang setinggi mungkin sekaligus kamu berhasil membuat sayap ku patah.

" Selama ini aku mengalah dihadapan mu " ( suara itu samar-samar terdengar )
Saat aku melepas pelukan itu, aku tersadar bahwa itu Bella dan aku pun memeluknya, namun saat aku ingin memeluknya, ia menghindar. Masih dalam tangis ku, aku mencoba merangkulnya, namun ia menghindar.
" Aku tahu soal kak Duta, dia adalah sepupu mu yang tak kau kenal, dia adalah orang hebat, mungkin kamu tak pernah tahu bahwa dia adalah laki-laki yang diidolakan anak sekampus, dia selalu menjadi juara basket... "
dalam tangis yang terisak-isak aku mencoba mendengarkan dengan jelas setiap kata yang Bella ucapkan.

" Aku tahu banyak tentang kak Duta, aku jatuh cinta padanya, namun sejak aku tahu bahwa kak Duta lebih memilih kamu, aku mencoba diam, tak banyak bicara, hingga pada hari itu Abib mengatakan bahwa kalian pacaran, hati ku semakin hancur, aku telah mengalah pada mu, tak pernah mengikuti perkembangan kak  Duta lagi, aku mulai membuka hati untuk Abib, namun sayang kak Reva benar, kamu selalu memiliki apa yang kami ingin miliki, kamu tak pernah puas dengan apa yang kamu dapat kini, kamu tahu sakitnya aku saat melihat Abib memeluk mu, aku ingin seperti itu, tapi sayang kamu tak memberikan kesempatan itu pada ku " ( tambah Bella )

Aku pun menghapus air mataku, dan berusaha kuat, sekarang aku paham bahwa Bella mencintai Abib, aku memperhatikan Abib dalam-dalam, aku tahu apa yang ia rasakan, aku tak ingin melukai hati sahabat ku, ku harap Abib mengerti.
" Hey.... gadis manis, kamu berhak mendapatkan apa yang kamu mau! nggak ada yang larang, aku tahu kamu sayang bangets sama Abib, Abib juga sayang sama kamu ... " ( jelas ku, sambil menatap Abib )

" Bell, kamu harus tahu aku nggak punya perasaan apa-apa dengan Abib selain teman, toh setiap hari aku berantem sama Abib, iya kan Bib ? " ( tanya ku pada Abib )
Aku tahu Abib tak ingin menjawabnya, namun aku juga paham ia tak ingin melukai hati Bella, aku memandangi Abib, seolah-olah memberikan isyarat untuk mengatakan iya.

" Kamu nggak perlu memaksa Abib untuk berkata iya, aku tahu apa yang Abib rasakan, Hari itu Abib membuat sebuah lagu untuk mu, bukan untuk ku " ( jelas Bella )
perkataan Bella jujur membuat aku terperanjat kaget dalam tangis ku, ternyata aku sadar banyak hal yang tak ku ketahui dengan baik.

" Abib sangat sayang pada mu, setiap malam dia berdiri didepan rumah mu, hanya untuk meletakkan botol kecil berharap setiap pagi kamu melihat botol itu, tapi sayangnya kamu tak pernah melihat satu botol pun, dia juga yang selalu mengirimi roti selai durian ke rumah mu, dia yang meletakkan roti itu di meja UKS, kamu selalu menganggap roti itu dari kak Duta, tapi nyatanya bukan, namun Abib tak pernah menyerah, Abib selalu berusaha mendapati hati mu, dia selalu melindungi mu dalam diamnya, dia sangat menyayangi mu, bukan aku ! " ( tambah Bella )

Sesaat Bella beranjak pergi, ucapannya semakin membuat aku terperanjat kaget, apa benar apa yang dikatakan Bella pada ku?
Apakah sebesar itu sayangnya Abib pada ku?

" Di... ! " ( sapa Abib )
" Apakah semuanya kurang jelas untuk kamu mengerti ? " ( tambahnya )
 Aku tak mengerti dengan apa yang aku lakukan, sesaat aku menampar Abib dengan tangan ku yang setengah lemas.

" Aku muak dengan semua ini, puas kamu melihat hidup ku hancur ? "
" Di... ? "
" Kenapa saat aku tahu itu cinta, kenapa dia harus menjadi saudara ku? kenapa? dan mengapa harus kamu Abib Rumaja ? Sekarang salah siapa? salah ku? "
Dia mengerti apa yang aku rasakan, tiba-tiba ia kembali memeluk ku dalam dinginnya hujan malam itu, pelukan itu sangat hangat ku rasa, ternyata roti itu milik Abib bukan pria lampu merah itu, yach benci dan cinta ku tersimpan dalam sepotong roti itu.

" Di... semua ini bukan salah mu, ini salah ku. seandainya dari dulu aku mengakui perasaan ku pada mu, pasti tak begini ceritanya, aku tahu Bella sayang pada ku, namun aku pernah mengatakan padanya bahwa aku cinta kamu, iya cinta kamu Dira, dan Bella mengerti akan hal itu, maafkan aku Di, aku akan buat Roti itu semanis mungkin agar nyaman di lidah mu "

Aku hanya diam dalam kekakuan ku, Ternyata perasaan yang aku raba selama ini salah, persepsi yang aku buat selama ini salah besar, dan banyak tulisan yang tak mampu aku baca dengan saksama, aku bukan jatuh cinta pada Duta, tidak jatuh cinta pada lelaki lampu merah itu namun aku jatuh cinta pada pengagum rahasia ku, jatuh cinta pada seseorang yang diam-diam melindungi ku dari kejauhan yang tak terlihat, yach aku rindu sepotong roti itu.

" I love You Di " ( tambah Abib )

Aku hanya tersenyum, dan menatapnya dalam diam ku, aku kembali memeluknya, seerat yang aku mampu. Ternyata Benci dan Cinta itu beda tipis, saangat tipis. Orang yang terlihat cuek, orang yang selalu mengoloki kita adalah seseorang yang paling peduli pada kita. Yach Cinta dan Benci yang kau hadirkan pada sepotong roti mampu membuat ku menangis dan tertawa dalam diam ku.

_The End "








Tidak ada komentar:

Posting Komentar