SpongeBob SquarePants

Minggu, 02 Februari 2014

Rindu Yang Tak Berujung

Dear diary ...

Tak mungkin aku terus seperti ini, terdiam dalam kesepian, tak ada yang bisa ku lakukan, aku harus bangkit. Harus.
Aku hanya wanita biasa dengan segala kelemahan yang ku miliki, dan semakin lemah saat sesuatu yang terbiasa hadir dalam hari-hari ku harus terlepas secara tiba-tiba.

" Kring... kring... kring... "
jam weker berdering membangunkan ku dari tidur, sesaat aku terdiam dan memperhatikan sekeliling ku, hari yang biasa memang, tak ada yang special.
Saat aku hendak mematikan jam weker, tiba-tiba handphone berdering.
" Abi "

" Pagi, Di "
Mendengar seseorang di ujung telefon itu membuat sesuatu yang biasa menjadi luar biasa, seketika aku pun tersenyum.
" Pagi juga Bi "
" Happy Anniversary yang kedua "
Aku tersentak dengan ucapannya?
apa...???
Anniversary yang kedua?
selama ini aku kemana saja?

" Di "
Suaranya mengagetkan ku....
" Iiii... ya Bi "
" Kenapa ? aku tahu kamu pasti..... "
" Maaf Bi, semalem...."
" Iya, aku paham "

Sudah 2 tahun 6 jam 11 menit kami menjalin hubungan ini, bagi ku Abi bukan sekedar kekasih, namun dia juga sahabat terbaikku, aku dengan segala ego yang ku punya membuat Abi selalu bersabar menghadapi ku, semalam aku lembur di kampus, hingga membuat ku tak sadar bahwa sekarang tanggal 11 yang ke 24 bulan atau 2 tahun hubungan kami, aku kagum padanya disaat ia sibuk dengan kuliahnya dia masih megingat tanggal jadian kami, sedangkan aku?

Seperti sistem periodik, dalam satu golongan dari atas kebawah jari-jari semakin besar sehingga semakin mudah melepaskan elektron, begitulah para long distance dapat di ibaratkan, dengan jarak yang berpuluh-puluh kilo meter, yang terentang sangat jauh, bahkan tak dapat dipandang mata, membuat godaan, hambatan dan segala yang ingin merusak sangat mudah terjadi, dan akhirnya lepas.

Namun dengan kedewasaan yang Abi miliki, sejauh ini hanya pertengkaran kecil yang sering terjadi, meski kadang kami pun harus putus nyambung. Kadang putus nyambung itu membuat aku bosan, namun karena kami terbiasa bersama, jadi sejauh apa pun kami melangkah, kami tak bisa terlepas satu sama lain. Yah.... saling membutuhkan.

Liburan pun telah di depan mata, aku tak sabar bertemu Abi, namun aku tak memberi tahu Abi akan kepulangan ku, surprise ceritanya.
Aku pun telah tiba dibandara Adi Sucipto Yogyakarta, aku memperhatikan handphone ku, aku pun tersenyum, Abi terlihat begitu kawatir pada ku, handphone pun aku masukkan kembali ke dalam tas ku tanpa membalas satu pesan pun.

Dengan yakin aku melangkahkan kaki, dan mengambil barang ku, sesaat aku tersentak saat seorang lelaki menghentikan langkah ku.
" Maaf Mbak "
" Iiii... ya mas nggak apa-apa "
" Boleh saya bantu mbak ?
" Owh... ngak usah mas, saya bisa sendiri, terima kasih "
" Nggak apa-apa mbak, kebetulan saya supir taxi, mbak butuh taxi ? "
Aku hanya tersenyum dan mempersilakan lelaki itu mengangkut barang ku, namun ada yang aneh dengan laki-laki itu, seperti aku mengenalinya.

" Kita mau kemana mbak ? "
" Mbak...?
" Iii.. ya mas ? " Aku pun tersentak kaget
" Kita mau kemana mbak ? "
" Jakal KM 5 yo mas ! "

Aku memperhatikannya dari kaca, sepertinya ia juga memperhatikan ku.
Aku merasa asing didalam taxi itu, dan risih juga menyelimuti ku.
" mas kok dari tadi saya perhatikan mas lihat kearah saya terus yo? ada yang aneh dengan saya mas? "
" Saya senang lihat wanita cantik seperti mbak, keingat pacar saya di kampung, mirip dengan mbak. Manis "
Aku hanya tersenyum dan mengangguk, sambil melihat kearah kaca yang dibasahi air hujan malam itu.

" Kita sudah sampai mbak "
Suara itu menyadarkan lamunan ku.
" Owh.. iya mbak, saya punya sesuatu untuk mbak "
" Sesuatu ? Kita kan baru kenal ! "
" Memang kalau baru kenal, tidak boleh memberikan sesuatu gitu mbak ? "

Aku hanya terdiam, sambil memperhatikan ia mengeluarkan sebuah kotak kecil dari saku celananya.
" Ini untuk mbak, kalau mbak sedih mbak buka saja kotaknya dan ambil selembar kertas, kemudian mbak terbangkan "
" Kenapa mas memberikan ini pada saya? kenapa tidak diberikan pada kekasih mas saja ? "

Namun supir taxi itu hanya terdiam.

" Kak Dira.... "
" Dion, mmmuuuaaccchhhh kak Di kangen banget sama Dion " Sambil menggendongnya.

Saat aku menatap kebelakang, ternyata Ayah dan Bunda telah menanti ku, aku pun mengeluarkan uang untuk membayar jasa supir taxi itu, sambil mengucapkan terima kasih, supir taxi itu masih terus memperhatikan ku, namun aku tak mau ambil pusing, aku pun segera berlalu dari hadapannya.

Keesokan harinya, saat aku terbangun dari tidur, aku memperhatikan kotak kecil diatas meja, kotak itu cukup menarik perhatian ku, aku pun melangkah meninggalkan tempat tidur, dan mencoba menyentuh kotak itu lebih dekat.
" Apa keajaiban dari kotak ini " Bisik ku.

Dan foto yang berada disamping kotak itu lebih menarik perhatian ku.
Sambil tersenyum kecil aku memandangi kotak itu, namun saat aku hendak mengambil foto itu, seketika foto itu terjatuh dan pecah.
" Abi "

" Permisi mbak .... " suara seseorang mengagetkan ku.
" Bibi.... "
" Kok fotonya jatuh mbak? "
" Di ayyooo kita ke rumah sakit ? " Belum sempat aku menjawab pertanyaan Bi Iyem, bunda tergesa-gesa mengajak ku menuju rumah sakit.
" Tapi.... ! "
" Ayyoo Di, kita nggak punya banyak waktu "

Aku pun mengikuti bunda dengan langkah tergesa-gesa, ada apa sebenarnya?
Kali ini tak seperti biasa, Bunda mengendarai mobil tanpa ditemani pak muji, dan aku hanya bisa mengikuti semua arahan bunda dengan seribu tanya yang ku miliki, diam-diam aku memperhatikan raut wajah bunda, sepertinya bunda panik. Sangat panik.
Tanpa bertanya banyak, hanya diam yang aku bisa.

Sesaat kami pun tiba di rumah sakit, dengan langkah yang tergesa-gesa ku coba mengikuti bunda, namun bunda berjalan terlalu cepat bagi ku, hingga kaki ku pun tersandung dan akhirnya jatuh.
Bunda tahu apa yang terjadi, bunda menoleh ke belakang dan menghampiri ku.
" Ya ampun Di ! "
" Ada apa sih Bunda ? "
" Sudah, kamu masih kuat ? "
Sambil melihat kaki kiri ku yang ku rasa tak sanggup berjalan lagi, karena lukanya cukup mengeluarkan banyak darah, dan ku rasa bunda mengerti isyarat yang ku perlihatkan, lalu bunda menuntun ku berjalan, meski coba ku tahan, sakitnya semakin dalam.

Saat aku tiba di depan ruang ICU, aku melihat banyak orang bergerombolan, sebagian besar aku mengenali mereka, dan sebagian lagi tidak.
" Di, kaki kamu kenapa ? " tanya Ayah pada ku yang lebih dulu berada di Rumah Sakit.
" Dira nggak apa-apa kok yah " Dengan yakin bunda menjawab pertanyaan Ayah

Bunda membantu ku duduk di kursi, masih dengan seribu tanya yang belum terjawab, sambil menahan sakitnya kaki ku, aku mencoba untuk cari tahu meski hanya dengan diam.
" Dok bagaimana keadaan anak saya ? " Terdengar suara itu mengagetkan ku

" Anak saya? Tante Sonya ? " Bisik ku, tante Sonya adalah Ibu Abi, dia seperti ibu kedua bagi ku.
Aku pun menguatkan diri untuk dapat berdiri perlahan berjalan, dan mencoba melewati gerombolan orang-orang ini.

" Maaf Bu, kami tidak bisa menyelamatkan anak Ibu " Jelas seorang dokter
Langkah ku seketika terhenti, " Maaf Bu kami tidak bisa menyelamatkan anak Ibu " kata-kata itu berputar dalam telinga ku, dan semakin kencang terdengar.
Ku coba menahan air mata, hingga kepastian yang ku dapat.
Apa yang sebenarnya terjadi?
Siapa didalam sana?
Dan siapa yang tak bisa diselamatkan?

" Anak Ibu menitipkan sapu tangan ini pada kami " tambah Dokter tersebut
" Sapu tangan " Bisik ku lirih...
Tak sanggup lagi ku tahan, tangis ku serasa ingin meledak.

Tangis mulai terdengar, dan aku memperhatikan sekeliling ku, semua orang telah mampu meledakkan tangisan mereka. sedangkan aku?
Aku masih terdiam dengan beribu tanya yang ku punya...

" Di "
" Yah, sebenarnya apa yang terjadi, ada apa yah ?
" Ayyooo..... "

Ayah menuntunku berjalan masuk ke ruangan ICU, aku melihat seseorang dengan kain putih berbaring diatas tempat tidur.
" Deg.. Deg.. Deg... "
Semakin dekat aku melangkahkan kaki ku menuju tempat tidur itu, detak jantung ku semakin kuat, semakin tak mampu ku tahan, begitu pula dengan air mata ku yang semakin memberontak untuk ku pecahkan.

Isakan tangis semakin membesar, aku masih dengan semua tanya dan rasa yang ku tahan.
Sekarang aku tepat berada di sisi ranjang, mencoba menarik nafas sejenak, sambil melihat kearah Ayah, ayah memberikan isyarat pada ku untuk membuka penutup kain putih itu.

Tuhan...
Apa yang Kau rencanakan...???
Aku kenal dengan detak jantung itu, bahkan terlalu kenal kalau bisa ku ucap

Cukup lama aku memandangi kain putih itu, perlahan aku pun menggerakkan tangan ku untuk membuka kain tersebut.
Rambutnya mulai terlihat, kemudian alisnya, kelopak matanya yang tertutup manis, semakin tak sanggup untuk ku lanjuti membuka kain tersebut, dengan setengah menutup mata aku melihat hidungnya dan mulutnya hingga pada akhirnya membuat aku kaku tak berdaya, kaki ku yang tadinya sakit kini tak terasa, beribu tanya yang coba aku tahan telah terjawab, dan aku kaku.

Diam...

Bisu.....

Hening....

Dan akhirnya tangis ku pun meledak, saat aku memastikan dengan apa yang aku lihat. " Abi "
Aku tak mampu berkata satu kata pun, tangis ku telah mencapai ujungnya, tangis ku telah mencapai titik keinginannya. Aku memeluk tubuh Abi yang tak bernyawa itu, mencium keningnya, dan mengelus-elus wajahnya dengan halus, dengan tangis yang terisak-isak aku tak ingin lepas darinya, tak sama sekali.

Aku mencium wajahnya dengan lebih dalam dengan segala rasa yang ku miliki, dengan segala kasih ku padanya, tak ada lagi tanya yang harus aku paksakan padanya agar ia mampu menjawabnya, karena maut lebih dulu memanggilnya, surprise yang aku rencanakan tak berhasil ku berikan padanya, semakin membuat tangis ku tak mampu ku tampung sendiri.

" Di, supir taxi yang mengantar mu pulang semalam itu adalah Abi " jelas tante Sonya
" Tante sudah minta Abi untuk tidak melakukan hal itu, namun ia tetap keras kepala, dia tak ingin membiarkan mu celaka dijalan, hingga ia harus menyamar menjadi supir taxi untuk memastikan keadaan mu baik-baik saja, saat ia hendak balik mengembalikan taxi itu, mobil yang Abi kendarai tiba-tiba oleng dan menabrak mobil lain di depannya, hingga kepala Abi terbentur, dan Abi tak mampu diselamatkan lagi, hanya sapu tangan ini yang Abi tinggalkan, untuk menghapus air mata di pipi mu " tambah tante Sonya

Tangis ku semakin menjadi-jadi, Kenapa malam itu aku tak sadar jika itu kamu, kenapa...???
Malam itu kita begitu dekat.
Seandainya aku tahu itu kamu, aku akan meminta pada Tuhan untuk menghentikan waktu, agar aku bisa melepas rindu ku.
Rindu yang ku simpan belum terbayarkan, sekarang kamu membuat Rindu ku semakin dan semakin berjarak lagi, jarak kita semakin jauh, jauh sekali...
Dunia kita telah berbeda....

Keesokan harinya, mayat Abi pun dimakamkan, dengan mata yang sembab, aku coba melihat kedalam lubang, memang aku lemah, namun aku ingin melihat mu untuk terakhir kalinya, perlahan kain putih itu di tutupi oleh tanah, hingga membuat tak ada lagi yang terlihat dari lubang itu, dan papan nama mu sebagai tempat peristirahatan terakhir mu.

Satu per satu orang mulai berjalan pulang, meninggalkan mu sendiri disini, namun tidak dengan ku, aku pun mengambil kotak kecil yang pernah kau berikan itu, membukanya perlahan dan terdengar suara sendu yang membuat ku sedikit merasa nyaman, aku pun mengambil satu kertas yang ku bentuk menjadi burung kecil dan menerbangkannya seperti yang kau katakan terakhir kali pada ku saat kamu memberikan kotak itu pada ku, melihat kertas itu terbang seperti kamu, terbang menuju surga.

Aku terlalu merindukan mu, bahkan sangat, rindu ku belum kau tuntaskan dengan sempurna, namun kau membuat rindu ku semakin tak berujung.
Yah.... rindu yang tak akan pernah aku temui titik akhirnya.

Tuhan, 
jika ini cara Mu menjadikan aku bahagia
Sabarkanlah Aku
Jika Ini cara Mu membuat aku tersenyum
Bantu aku keluar dari rindu yang tak berujung ini
Dan jika ini cara Mu menyadarkan ku
Bahwa sesungguhnya tak ada yang abadi untuk terus digenggam
Tidurkan aku pula dalam kedamaian bersamanya di Surga Mu nanti

Tidak ada komentar:

Posting Komentar